Pergunu: Militerisasi Ruang Sipil akan Membahayakan Ekosistem di Sekolah
NU Online · Kamis, 17 Juli 2025 | 12:00 WIB

Sejumlah tentara saat mengisi MPLS tahun ajaran 2025/2026 di SMK Diponegoro Banyuputih, Batang, Jawa Tengah. (Foto: dok. SMK Diponegoro)
Muhammad Asrofi
Kontributor
Jakarta, NU Online
Masuknya unsur TNI ke dalam kegiatan orientasi peserta didik baru di sejumlah sekolah dan madrasah menimbulkan kekhawatiran di kalangan pemerhati pendidikan. Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu), Achmad Zuhri menyebut bahwa keterlibatan aparat militer dalam kegiatan orientasi siswa baru di sekolah atau madrasah berpotensi membahayakan ekosistem pendidikan.
“Ada risiko kritis. Pertama, bentuk militerisasi ruang sipil ini akan membahayakan ekosistem di sekolah. Karena bagaimanapun sekolah itu menjadi ruang sipil,” ujar Zuhri.
Kedua, ini bisa menimbulkan kekerasan simbolik. Menurut Zuhri, pendekatan militer yang identik dengan kedisiplinan dan kedisiplinan memang bisa tampak selaras dengan nilai-nilai pendidikan. Namun, ada dimensi lain yang perlu diwaspadai, yakni munculnya kekerasan secara simbolik.
“Jadi para siswa misalkan merasa kehadiran TNI itu sebagai bentuk kekerasan simbolik karena ada nilai ketakutan. Memang bisa menimbulkan kepatuhan, tapi kepatuhan inilah yang kemudian tidak berangkat dari nalar natural tapi lebih kepada ketakutan. Inilah kemudian yang dikhawatirkan menimbulkan kekerasan simbolik itu,” tegasnya.
Ketiga, justru ini akan memundurkan otonomi guru. Jadi, kata Zuhri, tugas peran guru akan menjadi mundur ketika eksistensinya diambil alih oleh pihak lain. Mestinya guru yang mengampu, mendidik, menjadi suri tauladan dan seterusnya akan bergeser.
"Saya kira ini menjadi penting bagi kita semua, sebagai pendidik gitu. Bahwasanya nilai kedisiplinan bisa kira tanamkan sesungguhnya dengan sistem yang ada. Tetapi kalau begini kesannya justru akan memundurkan otonomi guru,” lanjutnya.
Zuhri menilai, praktik semacam ini bisa memundurkan peran dan otonomi guru di sekolah. Dikatakannya, ketika fungsi pendidikan diserahkan kepada aparat militer, peran guru sebagai pendidik utama dan teladan bagi peserta didik bisa tergeser.
"Pendidikan berorientasi militer cenderung mendidik warga patuh, bukan warga kritis. Menguatkan cara pikir top-down dan anti-kritik yang bertolak belakang dengan semangat pendidikan modern. Jika rutin dan masif, ini bisa menjadi preseden bahwa masalah sipil selalu butuh pendekatan militer," pungkasnya.
Terpopuler
1
Pastikan Arah Kiblat Tepat Mengarah ke Ka'bah Sore ini
2
Khutbah Jumat: Larangan Pamer dan Bangga dengan Dosa-dosa
3
Trump Turunkan Tarif Impor Jadi 19 Persen, Ini Syarat yang Harus Indonesia Penuhi
4
Operasional Haji 2025 Resmi Ditutup, 3 Jamaah Dilaporkan Hilang dan 447 Meninggal
5
PBNU Terima Audiensi GAMKI, Bahas Isu Intoleransi hingga Konsensus Kebangsaan
6
Kisah Di Balik Turunnya Ayat Al-Qur'an tentang Tuduhan Zina
Terkini
Lihat Semua