Fragmen

Pertemuan Tokoh-tokoh NU Cilacap Menjelang Indonesia Merdeka

NU Online  ·  Sabtu, 31 Mei 2025 | 14:30 WIB

Pertemuan Tokoh-tokoh NU Cilacap Menjelang Indonesia Merdeka

Panji Nahdlatul Ulama (Foto: NU Online)

KH M Minhadjul Adzkiya (selanjutnya disebut KH Adzkiya) Kroya, merupakan salah satu tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU) di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Tokoh kelahiran 1 Maret 1903 tersebut namanya kerap kali muncul dalam dokumen Muktamar NU, bahkan sejak tahun 1933.


Keberadaan KH Adzkiya sebagai tokoh sentral NU di Cilacap juga termuat dalam sejumlah catatan di antaranya dalam buku Berangkat dari Pesantren (LKiS, 2013, hal 291-294), KH Saifuddin Zuhri menuturkan sosok bernama Kiai Minhajul Adzkia.


"Di depan stasiun Kroya, ada sebuah pesantren yang diasuh oleh Kiai Minhajul Adzkia, seorang ahli fiqih yang gemar berdiskusi tentang hukum-hukum Islam, terutama yang berhubungan dengan khilafiyah. Rumahnya tidak pernah sunyi dari para ulama. Bukan hanya dari kalangan NU, melainkan juga dari kalangan Muhammadiyah dan PSII," tulis Kiai Saifuddin.


Pesantren yang dimaksud tentu merupakan Pondok Pesantren Semingkir atau yang juga dikenal dengan nama Pesantren Miftahul Huda (Mifda) yang terletak di Semingkir, Desa Bajing Kulon, Kroya, Cilacap.


Pada tahun 1940-an, sebagai Sekretaris Konsul NU Jawa Tengah bagian Selatan/ Banyumas, Kiai Saifuddin sering berkoordinasi dengan Kiai Adzkiya, pengurus PCNU Cilacap yang termasuk dalam Konsul NU Banyumas. Bahkan, tak jarang Kiai Saifuddin bermalam di rumah Kiai Adzkiya.


"Kalau aku singgah di stasiun Kroya, biasanya Kiai Minhajul Adzkia sendiri yang menjemput dan mengantarku, sekalipun pukul 02.00 dini hari. Para tokoh NU Kroya, juga biasa ikut menemaninya di peron stasiun dan turut mengantarku ke tempat istirahat di rumahnya," tutur Kiai Saifuddin.


Suatu ketika, menjelang bangsa Indonesia merdeka, Kiai Saifuddin berkumpul di rumah Kiai Adzkiya bersama dengan tokoh-tokoh NU di Cilacap dan sekitarnya seperti Kiai Mu'awwam (Ketua PCNU Cilacap), Abu Suja'i (GP Ansor), dan H Sya'bani (Ketua GP Ansor Cilacap).


Mereka membincang mengenai isu terkini, di antaranya tentang nasib tentara Jepang yang di ujung tanduk dalam konteks Perang Dunia II dan latihan Hizbullah. 


"Hizbullah itu dipersiapkan untuk berperang atau sekadar main perang-perangan? Sebab senjatanya kok cuma senapan kayu dan takeyari (bambu runcing)?" tanya H Sya'bani.


"Hizbullah memang dipersiapkan untuk bertempur betul-betul. Jika tidak karena kegigihan KH A Wahid Hasyim serta dorongan semua ulama kita, niscaya Hizbullah gagal dibentuk. Jangan lupa, yang menganggap Hizbullah itu penting sekali, itu kan cuma kita," jawab Kiai Saifuddin.


Di tengah perbincangan, Kiai Saifuddin juga menanyakan terkait cerita pemberontakan Peta di Kroya, yang kemudian dijelaskan oleh Kiai Adzkiya.


"Kita tidak memperoleh berita lebih jelas, kecuali sementara santri pondok saya yang kebetulan ada hubungan keluarga dengan beberapa prajurit Peta yang ikut memberontak," jawab Kiai Adzkiya.


"Jangan dilupakan, Kroya ini cuma beberapa jengkal saja letaknya dengan Kebarongan," Abu Suja'i menimpali.


Begitulah salah satu gambaran peristiwa tentang sosok Kiai Adzkiya Kroya. Sebagai seorang tokoh ulama, ia tak hanya berjuang dalam mendidik para santri dalam hal agama, namun juga ikut serta dalam ranah perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa ini.


Catatan NU Kroya dan Cilacap
Nama Kroya juga tercatat dalam Majalah Swara Nahdlatoel Oelama (SNO) No V tahun IV yang mengulas perhelatan Muktamar ke VIII NU di Jakarta tahun 1933. Pada daftar hadir nomor 54 tertulis: Kiyahi Hadji Azkiya (ازكيا) utusan Tjabang Kroya.


Penyebutan Cabang Kroya dan bukan Cilacap, dapat kita artikan, meski NU telah berdiri di Kabupaten Cilacap, namun keberadaannya baru sebatas di daerah (distrik/kecamatan/desa) tertentu. Penamaan seperti ini, juga dilakukan oleh pengurus di beberapa daerah lainnya seperti NU Nganjuk di Kertosono, NU Klaten di Pengkol dan lain sebagainya. Selain Kroya, daerah basis NU Cilacap pada masa awal yakni Kesugihan, Kawunganten, dan Majenang.


Nama Kroya, tak lagi ditemukan dalam perhelatan Muktamar NU berikutnya. Semisal, dalam arsip Muktamar ke-X di Surakarta tahun 1935, pada saat masing-masing Cabang NU diberi kesempatan untuk menyampaikan laporan perkembangan NU di daerahnya, utusan bernama Ibnu Minhajul Adzkiya (منهاج الاذكياء) yang sebelumnya menyebut sebagai wakil dari NU Kroya, kini menyebut sebagai utusan dari NU Tjabang Cilacap.


Ia melaporkan perkembangan NU di Cilacap sebagai berikut: "Beranggota 900, terbagi 19 Kring, telah mendirikan 7 madrasah, 3 pondok, mengurus 7 masjid dan 10 langgar."


Setelah PCNU Cilacap berkembang ke berbagai wilayah, tak lagi di Kroya, pada akhirnya NU Cabang Kroya bertransformasi menjadi struktur kepengurusan setingkat MWCNU yang membawahi 17 Ranting NU, yakni Ayamalas, Bajing, Bajing Kulon, Buntu, Gentasari, Karangmangu, Karangturi, Kedawung, Kroya, Mergawati, Mujur, Mujur Lor, Pekuncen, Pesanggrahan, Pucung Kidul, Pucung Lor, dan Sikampuh.


Kini, 90 tahun berselang (sejak Muktamar 1935), NU Cilacap sendiri semakin pesat perkembangannya. Di bawah kepemimpinan Rais KH Su'ada Adzkiya dan Ketua H Paiman Sahlan (2024-2029), PCNU Cilacap memiliki 24 Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWCNU), 284 Ranting NU di tingkat Desa, beserta lembaga dan banomnya.


Ajie Najmuddin, pemerhati sejarah NU
Â