Jabar

Penjajah Pergi, Kiai Buntet Pesantren Pilih Kembali Fokus Mengaji

NU Online  ·  Ahad, 1 Juni 2025 | 09:00 WIB

Penjajah Pergi, Kiai Buntet Pesantren Pilih Kembali Fokus Mengaji

Penjabat Ketua YLPI Buntet Pesantren KH Aris Nimatullah saat berbicara pada Istighosah dan Shalawat Burdah dalam rangka pengusulan KH Abbas Abdul Jamil sebagai Pahlawan Nasional di GOR Mbah Muqoyyim Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, Kamis (29/5/2025) malam. (Foto: tangkapan layar kanal Youtube resmi Buntet Pesantren)

Cirebon, NU Online Jabar
Para kiai di Buntet Pesantren, Cirebon, Jawa Barat, pernah mendapat surat panggilan dari Jenderal Sudirman untuk menerima pangkat dalam ketentaraan. Panggilan tersebut diberikan mengingat keterlibatan mereka dalam perjuangan kemerdekaan.

 

Namun, para kiai Buntet tidak memenuhi panggilan itu. Hal ini merujuk pada pesan dari KH Abbas Abdul Jamil, pimpinan pesantren saat itu, yang meminta para kiai, santri, dan masyarakat kembali pada aktivitas utama mereka, khususnya mengaji.

 

KH Abbas menegaskan bahwa masa perang telah usai karena kemerdekaan telah diraih bangsa Indonesia. Oleh karena itu, menurutnya, perjuangan perlu dilanjutkan melalui pendidikan dan kegiatan sosial.

 

Hal ini disampaikan oleh KH Aris Ni'matullah, Penjabat Ketua Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Buntet Pesantren, dalam acara Istighosah dan Shalawat Burdah yang digelar dalam rangka pengusulan KH Abbas Abdul Jamil sebagai Pahlawan Nasional. Acara tersebut berlangsung di GOR Mbah Muqoyyim, Buntet Pesantren, Kamis (29/5/2025) malam.

 

"Katanya, setelah Belanda menyerah dan kolonial lepas dari Nusantara, Mbah Abbas sebagai pimpinan di sini woro-woro kepada para kiai dan masyarakat Buntet, 'Wis, perange wis pragat. Balik maning ngaji maning (Sudah, perangnya sudah selesai. Kembali lagi, ngaji lagi),'" ungkapnya.

 

Kiai Imat, sapaan akrab KH Aris Ni'matullah menjelaskan bahwa panggilan dari Jenderal Sudirman diabaikan karena para kiai berjuang secara ikhlas demi menegakkan agama dan memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan.

 

“Sama sekali tidak berharap imbalan, baik dari negara maupun dari pihak mana pun. Semuanya dilakukan dengan ikhlas,” ujarnya.

 

Selengkapnya klik di sini.