Profil Ketum PB PMII dari Masa ke Masa (1960-2025)
NU Online · Kamis, 17 April 2025 | 15:30 WIB
Ajie Najmuddin
Kolomnis
Pada tanggal 17 April tahun 2025 ini, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berusia 65 tahun. Organisasi yang didirikan di Surabaya ini telah berhasil melewati berbagai tantangan di setiap zaman, mulai dari era Orde Lama, Orde Baru, Reformasi hingga kini.
Sejak awal berdiri hingga kini, PMII telah dipimpin oleh 19 (sembilan belas) orang Ketua Umum (Ketum), jabatan tertinggi dalam struktur organisasi PMII. Dalam artikel ini, penulis merangkum profil para Ketua Umum PMII dari masa ke masa.
Baca Juga
Sejarah Lahirnya PMII
1. Mahbub Djunaidi (1960-1961, 1961-1963, dan 1963-1967)
Tokoh kelahiran Jakarta, 27 Juli 1933 ini menjadi Ketum Pucuk Pimpinan (PP) PMII periode pertama. Meski ia tidak hadir pada momen pendirian PMII, tetapi ia didaulat menjadi Ketum. Dalam sebuah wawancara, salah satu pendiri PMII, Chalid Mawardi, menuturkan Mahbub dipilih karena memiliki jejaring dan pandangan yang luas.
Baca Juga
Makna di Balik Nama dan Lambang PMII
Pun, pada Kongres I PMII yang diselenggarakan di Tawangmangu, 23-26 Desember 1961. Lagi-lagi, mesti tidak hadir di arena Kongres (saat itu masih bernama Mu’tamar), Mahbub terpilih kembali menjadi Ketum PP PMII periode 1961-1963.
Sebagaimana yang digambarkan oleh M Said Budairy dalam tulisannya yang berjudul Sudah Benar “PMII Tetap Islam" (1997) : “Dia (Mahbub) juga tidak mengkampanyekan diri, apalagi sampai mendirikan posko di dekat medan musyawarah. Tapi Mahbub terpilih sebagai ketua umum. Ketua I terpilih Chalid Mawardi dan Sekretaris Umum-nya saya (Said).”
Kemudian pada periode ketiga menjadi Ketua Umum PP PMII (1963-1966), Mahbub didampingi Harun Al Rasyid sebagai Sekretaris Umum, berdasar pada hasil Kongres II PMII di Kaliurang, 25-29 Desember 1963.
Selama tujuh tahun kepemimpinannya, PMII tumbuh menjadi organisasi yang besar, disegani, dan tersebar luas ke berbagai daerah. Pada saat Kongres tahun 1967, sebanyak 75 Cabang PMII telah berdiri. Mahbub juga yang menciptakan Mars PMII.
Bersamaan menjadi Ketum PP PMII, Mahbub juga pernah menjadi Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat 1965-1970. Kemudian sebagai tokoh NU, ia pernah mengemban sebagai Ketua II PBNU (1979-1984) dan Wakil Ketua PBNU (1984-1989). Semasa hidupnya, Mahbub juga dikenal sebagai seorang penulis. Mahbub meninggal pada 1 Oktober 1995 dan dimakamkan di Bandung.
2. Mohammad Zamroni (1967-1970, 1970-1973)
M Zamroni terpilih pertama kali menjadi Ketua Umum PP PMII dari hasil Kongres III PMII di Malang pada tanggal 7-11 Februari 1967. Namanya mencuat sebagai Ketua Presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) yang berperan penting dalam masa peralihan orde lama ke orde baru. Momen tersebut juga semakin menahbiskan Zamroni, sebagai kader H M Subhan ZE, salah satu Ketua PBNU di masa itu.
Pria kelahiran Kudus pada 10 Agustus 1933 tersebut didampingi Fahmi Ja’far Saifuddin sebagai Sekretaris Umum PP PMII. Pada masanya, mulai dibentuk lembaga-lembaga non-struktural di tingkat Pengurus Pusat, di antaranya: Lembaga Pendidikan Kader Pusat (LPKP), Lembaga Pers Pusat (LPP), Lembaga Da’wah Pusat (LDP), dan Komando Siaga Angkatan Jihad (KOSAD).
Kemudian, ia terpilih kembali pada Kongres IV PMII di Makasar tahun 1970. Perkembangan PMII saat itu semakin tersebar luas ke berbagai penjuru. Salah satu indikatornya dapat dilihat dari jumlah peserta yang hadir, yang berasal dari 100 cabang. Bersamaan dengan Kongres IV, juga diadakan Musyawarah Nasional (Munas) I Corps PMII Putri (COPRI, kini disebut KOPRI)
Dari sekian kebijakan yang diambil di masa kepemimpinannya, yang paling diingat yakni ketika PMII mengeluarkan deklarasi yang berisi penyataan antara lain bahwa PMII adalah organisasi yang independen (tidak lagi terikat secara struktural dengan partai politik manapun), termasuk dengan NU. Pernyataan yang dikenal dengan nama Deklarasi Murnajati pada 14 Juli 1972 tersebut, membuat goncang organisasi. Pro-kontra kebijakan tersebut, bahkan membuat banyak cabang sempat vakum.
Setelah aktif di berbagai kepengurusan di NU dan Partai politik, Zamroni meninggal pada Senin, 5 Februari 1996, di RS Fatmawati Jakarta Selatan. Ia dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.
3. M Abduh Paddare (1974-1977)
Kongres V PMII di Ciloto, pada penghujung Desember 1973, menghasilkan sejumlah keputusan, di antaranya terkait perubahan penyebutan nama tingkat struktural, semisal Pucuk Pimpinan dan Pengurus Wilayah diganti Pengurus Besar (PB) dan Koordinator Cabang (Korcab), sebagai konsekuensi dari independensi PMII.
Kongres juga memilih Ketua Umum PB PMII yang baru, yakni M Abduh Paddare. Tokoh kelahiran 27 Desember 1938, asal Rappang Sulawesi Selatan ini bukanlah orang baru di PB PMII. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wakil Ketua PB PMII pada periode 1967-1970 dan 1970-1973.
Jajaran PB PMII periode 1974-1977 mengemban tugas yang cukup berat, sebagai konsekuensi dari independensi PMII dan penyesuaian AD/ART yang baru. PB PMII melakukan banyak pembenahan organisasi, termasuk di antaranya mulai menyusun kerangka dasar Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP) PMII.
4. Ahmad Bagja (1977-1981)
Pelan tapi pasti, upaya kemandirian mulai PMII dapat diwujudkan. Cabang-cabang yang semat vakum pun mulai aktif kembali. PMII menyelenggarakan Kongres ke-VI di Jakarta, setelah Pemilu 1977. Kongres ini berhasil menghasilkan arah gerak organisasi dalam wujud program-program kerja yang tersusun rapi dan memenuhi syarat kelayakan bagi suatu organisasi modern.
Ahmad Bagja terpilih sebagai Ketua Umum PB PMII periode 1977-1980. Sebelumnya, tokoh kelahiran Kuningan pada 13 Maret 1943 tersebut, merupakan Sekretaris Jendral (Sekjen) di masa kepemimpinan M Abduh Paddare.
Pada era kepemimpinan Ahmad Bagja, geliat perkembangan PMII semakin terlihat. Terbukti pada penyelenggaraan Kongres pada akhir kepengurusannya, pada tahun 1981, diikuti tidak kurang dari 400 utusan dan para peninjau dari 42 cabang dan 9 Korcab.
KH Ahmad Bagja pernah pula menjadi Wakil Sekjen PBNU (1984-1989) dan Sekjen PBNU (1989-1994). Ia wafat pada Kamis, 6 Februari 2020 dan dimakamkan di Desa Sindang Laut, Lemah Abang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
5. Muhyiddin Arubusman (1981-1985)
Muhyiddin Arubusman menjadi Ketua PB PMII periode tahun 1981-1984 hasil Kongres VII PMII di Cibubur pada 1-5 April 1981. Pria kelahiran Ende, Nusa Tenggara Timur pada 24 April 1951 tersebut menakhodai PMII di saat bersamaan dengan momen NU yang menyatakan kembali ke khittah sebagai organisasi sosial keagamaan. Sebelumnya, ia merupakan Sekjen PB PMII di masa kepemimpinan Ahmad Bagja.
Dikutip dari buku Fragmen Seperempat Abad PMII (DSC PMII Surakarta, 1985) disebutkan sejumlah tantangan PMII di era ini, antara lain diberlakukannya Sistem Kredit Semester (SKS) di Perguruan Tinggi, yang menuntut agar mahasiswa dapat lulus dengan semakin cepat. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para mahasiswa aktivis untuk membagi waktu mereka di dalam dan luar kampus. Kemudian, juga pemberlakuan Pancasila sebagai satu-satunya azas organisasi.
Namun, semua tantangan tersebut dapat dihadapi dengan baik. Meski sempat molor setahun, Kongres ke VIII PMII berhasil diselenggarakan, yang dihadiri 42 cabang penuh dan 6 cabang persiapan. Dalam perjalanan hidupnya, Muhyiddin di kemudian hari pernah menjadi Sekjen PBNU periode 1999-2004. Ia meninggal pada tanggal 10 April 2017.
6. Suryadharma Ali (1985-1988)
Suryadharma Ali lahir di Jakarta, 19 September 1956. Setelah menamatkan pendidikan dasar dan menengahnya di Jakarta, Suryadharma Ali melanjutkan pendidikannya di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dia lulus pada tahun 1984.
Setahun berselang, pada perhelatan Kongres VIII PMII di Ciumbeulit Bandung, 16-20 Mei 1985, Suryadharma Ali terpilih menjadi Ketua Umum PB PMII. Sumbangsih terpenting pada masa kepemimpinannya adalah terkait perumusan NDP PMII.
Di akhir ia menjabat sebagai ketua, tepatnya pada Kongres PMII ke-IX di Surabaya, melahirkan perumusan NDP PMII (yang digunakan hingga sekarang). Perumusan NDP di tahun 1988 ini, setidaknya menjawab atau paling tidak meminimalisir ketakutan akan lepasnya PMII terhadap nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan Islam Aswaja.
Suryadharma Ali dalam perjalanan kariernya, pernah menjadi Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 2007-2011 dan 2011-2015. Ia juga dipercaya untuk mengemban amanah sebagai Menteri Negara Koperasi dan UKM RI periode 2004-2009 dan Menteri Agama RI periode 2009-2014.
7. M Iqbal Assegaf (1988-1991)
Pada Kongres IX PMII (Surabaya, 14-19 September 1988), M Iqbal Assegaf terpilih sebagai Ketua Umum PB PMII. Pada masa kepemimpinannya, PMII pernah mengkritik pejabat pemerintah Orde Baru, di antaranya mengkritik kinerja Menteri Agama Munawir Sadzali. Pasalnya pada musim haji tahun 1990 sekitar 1600 jamaah haji asal Indonesia meninggal di Terowongan Mina, Arab Saudi. Iqbal meminta Menteri Agama Munawir Sadzali mundur dari jabatannya.
Lelaki kelahiran Kampung Bajo, sebuah desa terpencil di pulau Bacan Maluku Utara pada tanggal 12 Oktober 1957 tersebut pernah menjadi Anggota DPR RI dari Golkar dan Ketua Umum PP GP Ansor (1995-1999). Iqbal adalah Ketua PP GP Ansor, di masa bangsa ini mengalami perubahan dari Orde Baru ke era reformasi. Sayangnya, sebelum purna jabatan, Iqbal meninggal dunia, pada 13 Februari 1999.
8. Ali Masykur Musa (1991-1994)
Ali Masykur Musa terpilih menjadi Ketua Umum PB PMII periode 1991-1994 pada Kongres X PMII di Jakarta, yang dihelat pada Oktober 1991. Salah satu keputusan penting dari Kongres yang diselenggarakan di Asrama Haji Pondok Gede ini, yakni PMII menyatakan sikap interdependensi dengan NU.
Implementasi interdependensi tersebut didasari antara lain karena PMII menjadikan ulama NU sebagai panutan. Kemudian karena adanya ikatan kesejarahan, persamaan paham keagamaan dan wawasan kebangsaan, serta kesamaan kelompok sasaran.
Ali Masykur Musa, lahir pada 12 September 1962 di Tulungagung, Jawa Timur. Ia kini mengemban amanah sebagai Mudir 'Ali Idarah Aliyah Jam'iyah Ahlith Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah (JATMAN).
9. Abdul Muhaimin Iskandar (1994-1997)
Sebulan menjelang Muktamar NU di Cipasung, yang konon tegang dan panas itu, PMII juga menggelar Kongres di luar Jawa, tepatnya di Samarinda, Kalimatan Timur. Kongres XI PMII yang dihelat pada 29 Oktober hingga 2 November 1994 ini menghasilkan Keputusan terkait penyempurnaan AD/ART, program dan rekomendasi.
Selain itu Kongres juga menetapkan Abdul Muhaimin Iskandar sebagai Ketua Umum PB PMII periode 1994-1997. Di masa kepemimpinannya, Muhaimin melahirkan sebuah gagasan paradigma gerakan PMII, yang dikenal dengan Paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran.
Muhaimin yang dilahirkan di Jombang pada 24 September 1966, saat ini menjabat sebagai Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Indonesia sejak Oktober 2024. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI pada 1999 sampai 2009, dan 2019 sampai 2024; dan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sejak 2005. Ia juga pernah menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia pada 2009 hingga 2014, dan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada 2018 hingga 2019.
10. Syaiful Bahri Anshori (1997-2000)
Untuk ketiga kalinya, Surabaya menjadi tuan rumah penyelenggaraan Kongres XII PMII, yang dihelat pada tanggal 1 sampai 5 Desember 1997. Sementara itu, perkembangan situasi nasional semakin memanas, membuat konsolidasi gerakan mahasiswa menjadi sangat penting.
Dalam Kongres tersebut, Syaiful Bahri Anshori terpilih sebagai Ketua Umum PB PMII periode 1997-2000. Di era kepemimpinannya, ia memunculkan Paradigma baru PMII yang disebut dengan Paradigma Kritis Transformatif (PKT).
Pria kelahiran 15 November 1966 tersebut kini menjadi Ketua MPO DPP Konfederasi Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) NU dan Anggota DPR RI dari PKB.
11. Nusron Wahid (2000-2003)
Menjelang milenium ketiga, PMII makin berkembang pesat, baik secara jumlah anggota, maupun dari kontribusi gerakan yang diberikan untuk masyarakat dan bangsa. Pada tanggal 17-23 November 2000, PMII menggelar Kongres XIII di Medan. Salah satu Keputusan yang diingat dalam Kongres Medan ini, yakni pembubaran KOPRI. Nusron Wahid terpilih sebagai Ketua Umum PB PMII periode 2000-2003.
Pria kelahiran Kudus pada 12 Oktober 1973, kini menjabat sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang / Kepala Badan Pertanahan Nasional. Ketua Umum PP GP Ansor tahun 2011-2016 ini juga pernah menjadi Anggota DPR RI dari Partai Golkar.
12. Abdul Malik Haramain (2003-2005)
Malik Haramain, Ketua Umum PB PMII Periode 2003 – 2005. Begitulah judul artikel warta yang dimuat di NU Online pada hari Rabu tanggal 23 April 2003. Dalam artikel liputan Kongres XIV PMII di Kutai Kartanegara pada 17-23 April 2003 tersebut, juga tertulis visi dari pemilik nama lengkap Abdul Malik Haramain tersebut, untuk mengembalikan garis gerak perjuangan PMII dan intelektualitas yang saat ini mulai memudar dalam kultur PMII.
Di kemudian hari, pada periode kepemimpinannya menghasilkan paradigma Membangun Sentrum Gerakan Di Era Neo Liberal. Kongres PMII ke XIV juga memutuskan untuk membentuk kembali KOPRI yang sebelumnya dibubarkan. Tokoh kelahiran Probolinggo, 3 Mei 1972 yang pernah menjadi Anggota DPR RI dari PKB ini juga pernah menulis buku berjudul "PMII di Simpang Jalan" yang diterbitkan pada tahun 2000.
13. Hery Haryanto Azumi (2005-2008)
Hery Haryanto Azumi terpilih sebagai Ketua Umum PB PMII periode 2005-2007 dalam sebuah proses Kongres yang panjang dan melelahkan. Sedianya, Kongres XV PMII yang dihelat di Cipayung pada 27 Mei – 3 Juni 2005 tersebut, secara jadwal direncanakan akan berakhir pada tanggal 31 Mei 2005. Namun, pada kenyataannya, baru dapat dipungkasi tiga hari setelahnya.
Kongres PMII ke XV akhirnya berhasil mengangkat Ketua Umum PB PMII periode 2005-2007, Hery Haryanto Azumi yang memperoleh suara 85. Sedangkan kandidat lainnya Andi Syarifuddin mendapat 63 dan Umar Sadat 38 suara. Selain itu juga dipilih Ketua Korp Perempuan PMII yang dimenangkan oleh Ai Maryati Sholihah dari Kab Bandung yang memperoleh 69 suara mengalahkan rivalnya Balia (29 suara) dan Evi Nurmilasari (37 suara).
Hery yang sebelumnya pernah menjadi Ketua PC PMII Ciputat periode 1999-2000, baru dapat mengakhiri kepemimpinannya di Kongres tahun 2008. Pria kelahiran Trenggalek, 29 April 1977 tersebut tercatat pernah menjadi Wasekjen PBNU di masa kepemimpinan KH Said Aqil Siroj periode kedua (2015-2021).
14. Muhammad Rodli Kaelani (2008-2011)
M Rodli Kaelani terpilih menjadi Ketua Umum PB PMII 2008-2011 pada Kongres XVI PMII di Batam pada tanggal 17-23 Maret 2008. Rodli berhasil mengumpulkan 91 suara dari 205 suara, mengungguli dua kandidat lain M Dwi Satya dan Abdul Hakam yang menjaring masing-masing 47 dan 63 suara. Sedangkan tiga suara di antaranya dianulir dan satu abstain.
Sebelumnya, pria kelahiran 1 April 1978 tersebut pernah menjabat Sekretaris Jenderal PB PMII pada pengurusan 2005-2007. Pada orasi sebelum pemungutan suara, ia menyerukan pembangunan barisan bersama antara gerakan mahasiswa di Indonesia Barat dan Timur.
15. Addin Jauharuddin (2011-2014)
Addin Jauharudin terpilih menjadi Ketua Umum PB PMII 2011-2013 dalam Kongres XVIII PMII diselenggarakan di Asrama haji Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada 9-17 Maret 2011. Usai terpilih, dalam sambutannya, Addin mengajak seluruh kader untuk bergerak secara masif, agar PMII mampu menjadi pemimpin bagi gerakan sosial. PMII harus bisa menjadi motor penggerak perubahan. Momen kongres di Banjarbaru ini juga, mulai digaungkan kembali wacana PMII untuk menjadi Banom NU.
Lelaki kelahiran Cirebon pada 27 April 1980, kini mengemban amanah sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) masa khidmat 2024-2029.
16. Aminuddin Ma’ruf (2014-2017)
Aminuddin Ma’ruf terpilih sebagai Ketua Umum PB PMII periode 2014-2016 pada gelaran Kongres XVIII PMII di Jambi pada tanggal 30 Mei-10 Juni 2014. Kala itu, upaya untuk mengembalikan PMII menjadi Banom NU di arena Kongres terus menguat. Bahkan sebelumnya, Ketua Umum PBNU kala itu, KH Said Aqil Siroj menyampaikan imbauan agar PMII kembali ke pangkuan NU dengan kembali menjadi Banom NU. Meski demikian, pada akhirnya keputusan Kongres Jambi belum mampu mewujudkan upaya tersebut.
Pria kelahiran Karawang, 27 Juli 1986, pernah menjadi Staf Khusus Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo pada periode 2020-2023 dan kini menjabat sebagai Wakil Menteri Negara BUMN dalam Kabinet Merah Putih Periode Tahun 2024-2029.
17. Agus Mulyono Herlambang (2017-2019)
PMII yang pada saat itu memiliki struktur organisasi 238 Cabang dan 25 Korcab, menyelenggarakan gelaran Kongres XIX PMII di Palu, pada tanggal 16-21 Mei 2017. Dalam momen Kongres tersebut, Agus M Herlambang, terpilih sebagai Ketua Umum PB PMII periode 2017-2019. Yang kemudian berlanjut hingga tahun 2021, dikarenakan penundaan jadwal dan pandemi Covid-19.
Agus M Herlambang Lahir pada tanggal 17 Juni 1988 di Indramayu. Sebelum menjadi Ketua Umum, Agus aktif di PMII sejak tahun 2006. Ia pernah menjadi pengurus PC PMII Jombang dan Ketua Bidang Hubungan Internasional dan Jaringan Luar Negeri PB PMII 2014-2016.
18. Muhammad Abdullah Syukri (2021-2024)
Kongres XX PMII yang sedianya digelar April 2020, terpaksa diundur Maret 2021 karena pandemi Covid-19. Penyelenggaraan Kongres pun mesti dilakukan dengan mematuhi protokol Kesehatan: jaga jarak, memakai masker, dan sebagainya. Presiden Jokowi ikut membuka Kongres via daring. Hasil Kongres memandatkan M Abdullah Syukri (Gus Abe) sebagai Ketum PB PMII dan Maya Muizzatil Lutfillah sebagai Ketua Kopri PB PMII 2021-2023.
Pria kelahiran Buntet Cirebon pada 5 Oktober 1991 tersebut, merupakan kader PMII Malang. Ia tercatat pernah mengemban amanah sebagai Ketua Komisariat PMII Universitas Brawijaya, Malang. Selanjutnya, ia mengabdikan diri di PMII Cabang Malang pada Biro Litbang dan Biro Kaderisasi.
Sebelum diamanahi menjadi ketua umum, Abe menjabat sebagai Ketua Biro Beasiswa Bidang Hubungan Internasional PB PMII. Ia menjadi salah satu inisiator pendirian Pengurus Cabang Internasional (PCI) PMII di tiga negara, yakni Maroko, Taiwan, dan Jerman. Di negara terakhir itu, ia secara langsung turun membentuknya. Kini setelah tak lagi di PMII, Abe aktif sebagai salah satu Ketua di PP Gerakan Pemuda Ansor.
19. Mohammad Shofiyullah Cokro (2024-sekarang)
Mohammad Shofiyullah Cokro terpilih sebagai ketua umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) 2024-2027 dalam Kongres XXI PMII di Jakabaring Sport City (JSC), Kota Palembang, Sumatra Selatan, pada Kamis (22/8/2024).
Perolehan suara M Shofiyullah Cokro berhasil mengungguli kandidat lain, M Faqih Al Haramain. Pria yang biasa disapa Gus Shofi ini mengantongi 179 suara, sedangkan rivalnya mendapatkan 116 suara.
Sebelum menjadi Ketum PB PMII, pria kelahiran Jombang pada 8 Januari 1995 ini, aktif berproses di PMII dan menjadi Presidium PMII UIN Sunan Kalijaga pada tahun 2013. Gus Shofi juga pernah mengemban sejumlah jabatan di PMII antara lain Ketua kaderisasi Rayon Wisma Tradisi Fakultas Tarbiyah 2015, Ketua komisariat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2016, Ketua PC PMII DIY 2018, hingga di kepengurusan PB PMII menjadi salah seorang tim kaderisasi nasional.
Demikianlah profil singkat Ketua PB PMII dari masa ke masa. Sejak tahun 1960 hingga kini di tahun 2025. Semoga di usianya yang ke-65 tahun ini, PMII semakin bermanfaat, berkembang, dan berkah.
Ajie Najmuddin, Alumni PMII Surakarta/ Pemerhati sejarah NU
Terpopuler
1
Fantasi Sedarah, Psikiater Jelaskan Faktor Penyebab dan Penanganannya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Pergunu Buka Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Universitas KH Abdul Chalim Tahun Ajaran 2025
4
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
5
Kabar Duka: Ibrahim Sjarief, Suami Jurnalis Senior Najwa Shihab Meninggal Dunia
6
Ribuan Ojol Gelar Aksi, Ini Tuntutan Mereka ke Pemerintah dan Aplikator
Terkini
Lihat Semua