Daerah

Masyarakat Sekitar Tolak Penambangan Migas di Pulau Kangean

NU Online  ·  Senin, 16 Juni 2025 | 19:30 WIB

Masyarakat Sekitar Tolak Penambangan Migas di Pulau Kangean

Unjuk rasa masyarakat Kangen yang dilakukan dengan pawai panjang (long march) dari SMP 1 Arjasa menuju perempatan Karang Loar dan berakhir di Kantor Kecamatan Arjasa pada Senin (16/6/2025). (Foto: dok. FKKP)

Kangean, NU Online

Masyarakat Kepulauan Kangean melakukan unjuk rasa menolak penambangan Migas yang rencananya akan dilakukan di Pulau Kangean bagian barat.


Penolakan ini disampaikan dengan unjuk rasa yang dilakukan dengan pawai panjang (long march) dari SMP 1 Arjasa menuju perempatan  Karang Loar dan berakhir di Kantor Kecamatan Arjasa pada Senin (16/6/2025).


Unjuk rasa penolakan itu didasarkan pada UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada pasal 35 dinyatakan tentang larangan aktivitas penambangan migas di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan, serta merugikan masyarakat.


Dalam unjuk rasa itu, masyarakat Kangean yang tergabung dalam Forum Kepulauan Kangean Bersatu (FKKP) menyampaikan tujuh tuntutan sebagai bentuk penolakan mereka. Hal itu disampaikan Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sumenep Hasan Basri.


Pertama, mendesak Camat Arjasa menghentikan segera seluruh survei seismik 3D dan eksplorasi migas di Pulau Kangean. Kedua, adanya perlindungan hak hidup dan ruang kelola masyarakat lokal. Negara wajib menjamin keberlangsungan hidup masyarakat Pulau Kangean yang menggantungkan hidup pada laut dan lingkungan yang sehat, bukan pada janji-janji investasi yang mengorbankan ruang hidup.

 
Berikutnya, masyarakat Kangean juga menuntut untuk pengembalian kedaulatan atas tanah dan laut kepada masyarakat adat dan lokal.


"Tidak ada proyek apa pun yang boleh berjalan tanpa persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan (FPIC) dari masyarakat terdampak secara utuh dan bermartabat," katanya.


Kemudian, masyarakat mendesak Pemerintah mencabut atau menolak izin eksplorasi/eksploitasi penambangan Migas di wilayah Kepulauan Kangean (Blok Kangean Barat).


Kelima, masyarakat mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk melakukan audit lingkungan dan sosial secara menyeluruh terhadap operasional Kangean Energy Indonesia (KEI).


Selanjutnya, masyarakat menuntut DPR/DPRD dan Pemerintah Daerah menyatakan sikap resmi dan melindungi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai amanat konstitusi.

 
Terakhir, masyarakat mendesak Bupati Sumenep untuk menerbitkan intruksi tentang larangan penambangan Migas di Pulau Kangean.

 

​


Menjawab sejumlah pertanyaan dan menjelaskan penambangan itu, Camat Arjasa Aynizar Sukma menyampaikan bahwa pihaknya hanya mendampingi pihak PT KEI atas disposisi dari Pemerintah Kabupaten Sumenep.


"Bukan kami Forkopimcam sebagai penyelenggara," ujarnya.


Ia mengaku siap menyampaikan penolakan masyarakat terhadap sosialisasi penambangan dari PT KEI.


"Ini hak teman-teman semua menyuarakan. Terkait tuntutan, kami, Pak Kapolsek, Pak Danramil siap untuk menyampaikan bahwa Kangean menolak untuk kegiatan sosialisasi," ujarnya.


Dalam potret yang diterima NU Online, tuntutan yang disampaikan masyarakat Kangean itu ditandatangani di atas meterai oleh Aynizar sebagai Camat dan perwakilan PT Kangean Energy Indonesia pada Senin (16/6/2025).


Sebagai informasi, PT Kangean Energy Indonesia (KEI) yang awalnya sampai sekarang melakukan aktivitas penambangan migas di Pulau Pagerungan besar, kemudian berencana akan melakukan pengembangan Pertambangan Migas di Pulau Kangean bagian barat.


Pada 12 Juni 2025, PT KEI melakukan sosialisasi survei seismik 3D di Kecamatan Arjasa yang difasilitasi oleh Pemerintah Kecamatan Arjasa atas disposisi dari Pemerintah Kabupaten Sumenep, Jawa Timur.


Dalam sosialisai tersebut, menurut rilis yang diterima NU Online, KEI sengaja menyembunyikan informasi tentang dampak kerusakan lingkungan yang akan terjadi pada Pulau Kangean. Mayoritas peserta forum mempertanyakan dan sama sekali tidak mendukung penuh rencana survei seismik 3D yang menjadi tahapan awal untuk adanya pertambangan Migas ini.


Datangnya PT KEI dengan tiba-tiba tanpa melibatkan partisipasi masyarakat secara penuh, hanya sebagian yang dianggap perwakilan oleh KEI yang diundang dalam sosialisasi di kecamatan tersebut. Makna partisipasi masyarakat tidak bisa diwakilkan kepada seorang tertentu sehingga seharusnya semua masyarakat Kangean dilibatkan dalam sosialisasi tersebut atau sosialisasi secara terbuka untuk masyarakat Pulau Kangean.


Penolakan ini pernah disampaikan juga pada 2008 silam oleh tokoh-tokoh setempat. Melalui pernyataan sikap yang ditandatangani, para tokoh yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Kepulauan Kangean menyatakan penolakan terhadap ekspansi penambangan di wilayah Kangean Barat.


"Belum kering kekecewaan masyarakat, pada pertengahan tahun 2008, pemerintah berencana untuk melakukan ekspansi ke Kangean Wilayah Barat, tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan pun mulai dlakukan," demikian pernyataan mereka.


Mestinya, kata mereka, masyarakat Kepulauan Kangean berhak mendapatkan penjelasan yang komprehensif mengenai dampak-dampak dari eksploitasi migas tersebut. Namun, hal tersebut tidak mereka dapatkan.


"Bahkan dialog yang mestinya harus dilakukan dengan berbagai elemen masyarakat (baca: ormas-ormas, akademisi, pengasuh-pengasuh pesantren) justru tidak pernah terjadi," tegas mereka.


Melalui pernyataan itu, mereka menyampaikan bahwa ekploitasi terhadap kepulauan tersebut telah dilakukan sejak 1990-an, khususnya di bagian timur.


Pada mulanya, eksploitasi itu membawa harapan bagi masyarakat. Namun, pada kenyataannya, masyarakat masih dalam garis kemiskinan dan jauh dari standar kesejahteraan yang diharapkan, bahkan keseimbangan lingkungan alam mulai berada di luar batas kewajaran.


Pernyataan sikap pada November 2008 itu ditandatangani 12 orang, yakni (1) Muh Karmanto (Ketua PCNU Kangean); (2) KH A Dumyathi Imam (Rais Syuriyah PCNU Kangean); (3) Muasan (PC Muhammadiyah Kangean); (4) Ust Apsaleh (PC Persis Kangean); (5) KH A Ghazali Ahmadi (Ketua MUI Arjasa); (6) KH Nurul Huda Adhim (Pengasuh Ponpes Al Hidayah); (7) KH Qasdussabil (Pengasuh Ponpes Sabilillah); (8) Ust Mustaqim (Pengasuh Ponpes Modern Islamiyah); (9) Ust H Hasan Basri (Pengasuh Ponpes Raudlatul Muhibbin); (10) KH Syarfuddin (Pengasuh Ponpes Zainul Huda); (11) Fathorrasik (Ketua PC IPNU Kangean); dan (12) Jamaluddin Rawi (Tokoh Masyarakat Kangean Barat).


Hingga berita ini dinaikkan, NU Online masih berusaha menghubungi perwakilan PT KEI.