Nasional

Hadiri Aksi Kamisan Jelang HUT Ke-80 RI, Istri Munir: Kemerdekaan Belum Sepenuhnya Dirasakan Rakyat

NU Online  ·  Kamis, 14 Agustus 2025 | 22:00 WIB

Hadiri Aksi Kamisan Jelang HUT Ke-80 RI, Istri Munir: Kemerdekaan Belum Sepenuhnya Dirasakan Rakyat

Istri Munir, Suciwati, dalam Aksi Kamisan Jelang HUT Ke-80 RI di depan Istana Negara, Jakarta, pada Kamis (14/8/2025). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Istri dari aktivis HAM Munir Said Thalib, Suciwati menghadiri Aksi Kamisan jelang Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-80 RI, di depan Istana Negara, Jakarta, pada Kamis (14/8/2025).


Aksi yang telah berlangsung sejak 2007 ini kembali menegaskan tuntutan penyelesaian pelanggaran HAM berat dan mengingatkan publik bahwa kemerdekaan sejati belum sepenuhnya dirasakan rakyat.


"Bersatu, berdaulat, rakyat sejahtera, Indonesia maju. Pertanyaannya, apakah kita sudah berdaulat? Apakah rakyat sejahtera? Indonesia maju yang mana? Dalam ruang kami, keluarga korban pelanggaran HAM, itu belum ada. Bahkan jauh dari kata sejahtera," ujarnya saat diwawancarai NU Online.


Suciwati menilai kasus pembunuhan Munir menjadi bukti nyata lemahnya komitmen negara menegakkan keadilan.


"Munir dikenal lantang membela HAM dan demokrasi, tapi dia dibunuh. Sampai hari ini, dalangnya masih bebas," tegasnya.


Suciwati juga menyoroti sikap penguasa yang dinilai semakin jauh dari semangat reformasi. Ia menilai upaya mengubah narasi sejarah dan memberi gelar pahlawan kepada tokoh yang terlibat pelanggaran HAM berat sebagai bentuk pembelokan kebenaran.


"Sejarah sedang dibentuk ulang. Ada upaya menarasikan bahwa Soeharto itu berjasa, padahal dia penjahat HAM. Nama Prabowo juga tercatat di Komnas HAM sebagai terduga pelanggar HAM. Mau dicuci seperti apa pun, itu tak akan hilang sebelum dibawa ke pengadilan," katanya.


Suciwati juga mengkritisi kondisi sosial-ekonomi yang kian menekan rakyat. Ia menyebut kesenjangan pendidikan antara Jawa dan luar Jawa, serta kemiskinan struktural yang membuat banyak anak di daerah terhalang mengenyam sekolah.


"Kita merdeka dari penjajah Belanda dan Jepang, tapi belum merdeka dari bangsa sendiri yang menjajah hari ini," ujarnya.


Suciwati menegaskan bahwa Aksi Kamisan akan terus berlangsung sampai tuntutan keadilan terpenuhi.


"Kalau kasus-kasus pelanggaran HAM berat dibawa ke pengadilan dengan hakim dan jaksa yang kredibel, aksi ini akan berhenti. Tapi selama pengadilan hanya jadi kamuflase untuk membebaskan pelaku, kami akan melawan," tegasnya.

​


Senada dengan itu, Maria Sumarsih ibu dari Benardinus Realino Norma Irawan, mahasiswa Universitas Atma Jaya yang tewas dalam Tragedi Semanggi I menyatakan kemerdekaan yang dirasakan rakyat saat ini masih semu.


"Sebagai warga negara, kita sudah tidak merdeka lagi ketika penguasa mengeruk keuangan rakyat dengan berbagai cara. Kita harus berjuang supaya Indonesia merdeka yang benar-benar dinikmati seluruh rakyat," kata Sumarsih.


Ia menambahkan, keadilan yang dituntut keluarga korban sederhana saja yaitu proses hukum sesuai Undang-Undang Pengadilan HAM.


"Apapun hasilnya, yang penting kasus Semanggi I, Semanggi II, dan Trisakti dibawa ke pengadilan HAM ad hoc. Itu amanat undang-undang," ujarnya.


Menurut Sumarsih, Aksi Kamisan telah menjadi simbol perlawanan tanpa kekerasan, menjadi ruang suara bagi korban dan keluarga korban dari berbagai kasus, mulai dari pelanggaran HAM masa lalu hingga konflik agraria dan kekerasan negara di Papua.