Nasional

Gerakan Nurani Bangsa Desak Prabowo Hentikan Kekerasan Polisi dan Berpihak kepada Rakyat

NU Online  ·  Rabu, 3 September 2025 | 18:15 WIB

Gerakan Nurani Bangsa Desak Prabowo Hentikan Kekerasan Polisi dan Berpihak kepada Rakyat

Para tokoh Gerakan Nurani Bangsa berkumpul menyampaikan pesan kebangsaan merespons situasi nasional, di Griya Gus Dur, Jakarta, Rabu (3/9/2025). (Foto: TVNU/Maudy)

Jakarta, NU Online

Gerakan Nurani Bangsa (GNB) sebuah gerakan etis dan non-partisan yang dipimpin oleh sejumlah tokoh moral bangsa, menyampaikan pesan kebangsaan kepada Presiden Prabowo Subianto di tengah memanasnya situasi sosial pascademonstrasi pada 28-29 Agustus 2025.


Dalam pernyataan resmi yang dibacakan oleh tokoh GNB Alissa Wahid, GNB menegaskan bahwa kemanusiaan dan keberpihakan kepada rakyat harus menjadi pijakan utama pemerintah dalam mengelola kebijakan negara. Mereka meminta agar kekerasan dan represifitas dalam menangani unjuk rasa segera dihentikan.


"Rakyat murka karena menyaksikan sebagian elit penguasa baik eksekutif, legislatif, yudikatif, serta aparat penegak hukum yang tidak sensitif dan berempati kepada beban rakyat yang terus membesar," ujar Alissa Wahid ketika membacakan pernyataan di Griya Gus Dur, Taman Amir Hamzah, Menteng, Jakarta, Rabu (2/9/2025).


Dalam pesannya, GNB menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto. Mereka berharap tuntutan ini selain didengar juga dijalankan oleh kepala pemerintahan.


Pertama, evaluasi kepolisian dengan menata ulang kepemimpinan dan kebijakannya agar tidak menimbulkan tindakan eksesif yang melanggar HAM.


Kedua, menjaga stabilitas ekonomi nasional dengan menegakkan keadilan ekonomi serta memastikan pengelolaan APBN transparan dan akuntabel.


Ketiga, menghapus biaya tunjangan dan fasilitas pejabat publik yang berlebihan, yang dinilai memboroskan keuangan negara.


Keempat, menguatkan program kesejahteraan sosial dan menghindari kebijakan pajak maupun program yang mengurangi hak dasar rakyat.


Kelima, menegakkan prinsip Supremasi Sipil dalam demokrasi serta memastikan TNI/Polri kembali fokus pada tugas pokok dan fungsinya.


GNB juga mendorong agar pemerintah membangun kesadaran publik secara persuasif, menghindari kekerasan, serta mengajak tokoh agama, akademisi, budayawan, dan masyarakat untuk ikut menjaga keselamatan bangsa dengan doa dan aksi moral.


Tokoh GNB lainnya, A Setyo Wibowo menilai bahwa gelombang demonstrasi besar-besaran pada 28-29 Agustus 2025 lalu merupakan ekspresi kemarahan rakyat yang sudah kehilangan kepercayaan (trust) terhadap elit politik dan aparat negara.


"Begitu supir ojek dilindas oleh rantis (kendaraan taktis), maka dalam sekejap rakyat turun dengan cara mereka. Ini ekspresi rakyat yang sudah putus asa, tidak tahu lagi harus bicara ke siapa," ujar Setyo.


Ia menambahkan, pola mobilisasi rakyat yang cepat mengingatkannya pada protes besar terhadap RUU Pilkada beberapa tahun lalu. Menurutnya, kejadian ini harus menjadi peringatan bagi elit politik, DPR, aparat keamanan, dan pemerintah untuk berintrospeksi.


“Apakah kekuasaan itu untuk memperkaya diri dan kelompok, ataukah untuk melayani kepentingan rakyat? Ini yang harus diingatkan lagi. Karena kemarahan rakyat kemarin adalah bentuk penolakan terhadap kekuasaan yang abai pada nilai etika,” tegasnya.


Gerakan Nurani Bangsa menekankan bahwa kekuasaan seharusnya dijalankan dengan nilai etis, kepatutan, dan keberpihakan kepada rakyat kecil.


Mereka berharap, pesan kebangsaan ini menjadi momentum bagi Presiden dan seluruh jajaran penyelenggara negara untuk mengembalikan kepercayaan publik yang mulai terkikis.


"Semoga ini menjadi peringatan, dan membuat ada introspeksi dari para pejabat dan elit politik kita," pungkas Setyo.


Sejumlah tokoh Gerakan Nurani Bangsa yang hadir antara lain Nyai Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, Ignatius Kardinal Suharyo, Pdt Gomar Gultom, Franz Magnis Suseno SJ, Erry Riyana Hardjapamekas, Laode M Syarif, Ery Seda, A Setyo Wibowo SJ, Lukman Hakim Saifuddin, dan Alissa Wahid.