Slamet Effendy Yusuf: Kiai Idham Chalid “Mendayung dalam Dua Karang”
NU Online · Senin, 12 Juli 2010 | 02:30 WIB
KH Idham Chalid hidup di suasana politik yang begitu kontras. Partai-partai politik ideologis saling berebut pengaruh. Ulama dan tokoh politik asal Kalimantan Selatan ini sangat cerdik dalam berpolitik, namun tetap teguh memegang prinsip.
Bersama Kiai Idham, misalnya, Partai NU bisa menghadapi politik “Nasakom”; Nasionalisme, Agama, Komunis dengan sangat cerdik. Beliau menerima itu di level elit. Namun di level gerakan beliau menggerakkan anak buahnya seperti yang ada di Ansor atau Pertanu.<>
Demikian disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Salamet Effendy Yusuf saat bertakziyah ke rumah duka Komplek Yayasan Darul Ma’arif, Cipete, Jakarta Selatan, Ahad (11/7) siang.
“Waktu itu terkenal pidato beliau ‘Mendayung dalam dua karang’, di dalam kesulitan yang serba keras baik di sisi kanan dan sisi kiri beliau menjalankan bahtera Partai NU,” katanya.
KH Idham Chalid bukan saja tokoh NU tetapi juga tokoh nasional. Ia pernah dua kali menjabat wakil perdana menteri, ketua DPR RI, Ketua MPR RI, serta beberapa kali menjadi menteri. Beberapa penghargaan diperolehnya baik pada masa Orde Lama maupun Oerde baru.
Ia pernah mendapatkan Lencana Penggerak Revolusi 1945, Bintang Gerilya (1950), dan Satya Lencana Peringatan (1958). Maka KH Idham sesungguhnya pantas menerima gelar Pahlawan Nasional.
“Tapi untuk Pahlawan Nasional itu biar urusan negara saja. Beliau memang berjasa dan pada saatnya harus diberi penghargaan semacam itu,” katanya. (nam)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Refleksi Akhir Safar, Songsong Datangnya Maulid
2
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
3
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
4
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
5
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
6
Pimpinan DPR Bantah Gaji Naik, tapi Dapat Berbagai Tunjangan Total hingga Rp70 Juta
Terkini
Lihat Semua