Daerah

Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati

NU Online  ·  Selasa, 19 Agustus 2025 | 16:00 WIB

Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati

Kristoni Duha, Kuasa Hukum AMPB (memakai kemeja lengan panjang berwarna merah hati) saat mendampingi orator dalam aksi demonstrasi menuntut lengsernya Bupati Pati Sudewo, pada Rabu (13/8/2025). (Foto: dok. Kristoni Duha)

Pati, NU Online

Kuasa Hukum Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) Kristoni Duha mengaku mengalami penganiayaan oleh sejumlah preman yang diduga disewa Bupati Pati serta aparat kepolisian. Ia bahkan disekap selama berjam-jam di Kantor Bupati Pati setelah mengikuti aksi demonstrasi besar-besaran pada Rabu (13/8/2025).


Saat kejadian, sekitar pukul 13.15 WIB, Kristoni tengah menghadiri rapat paripurna di Gedung DPRD Pati. Ia kemudian mendapat kabar dari rekannya, Fajar, bahwa beberapa pendemo ditangkap dan disekap di Kantor Bupati.


"Saya diminta bantu untuk mengeluarkan mereka. Mendengar itu, saya dan Fajar beserta satu orang informan tersebut ke Pendopo dan di sana kami tidak menemukan warga yang ditangkap," kisahnya saat diwawancarai NU Online pada Senin (18/9/2025).


Setelah keluar dari ruang Sekretariat Daerah (Setda) Pati, Kristoni dicegat oleh seorang preman yang diduga disewa oleh Bupati. Preman tersebut meneriakinya sebagai provokator dari luar Pati dan Jawa.


"Kemudian saya jawab saya sudah 3,5 tahun di Pati dan ber-KTP Pati. Tiba-tiba dari belakang ada seseorang yang memiting leher saya dengan keras, namun berhasil saya lepas," terangnya.


Kristoni berusaha menyelamatkan diri, namun preman itu bersama sejumlah polisi justru mengeroyoknya. Ia dipukul, ditendang, hingga tersungkur di tanah.


Meski sudah tergeletak, penganiayaan masih berlanjut. Ia mengaku sempat ada seorang tentara yang langsung menyelamatkannya dengan cara menarik dari amukan kebrutalan para polisi dan preman.


"Itu pun saya masih saja ditinju dan ditendang hingga akhirnya saya disekap di sebuah ruangan di dalam kantor Setda Pati," tuturnya.


Saat disekap, ia mengalami luka akibat pukulan dan tendangan tapi tidak mendapat perawatan medis. Permintaannya kepada aparat kepolisian untuk dibawa ke rumah sakit diabaikan.


"Akibat peristiwa tersebut, wajah, kepala dan lengan saya luka, lengkap dan lebam hingga hidung saya mengeluarkan darah banyak," jelasnya.


"Selain itu, dua ponsel saya dirampas oleh polisi dan uang saya sebanyak Rp1.100.000 dicuri dari tas saya oleh polisi atau preman ketika jatuh, saat saya dianiaya," lanjutnya.


Ia mengaku disekap bersama 10 orang lainnya di ruang kecil dalam kantor Setda Pati selama 4 jam. Kristoni baru bisa keluar setelah kuasa hukum AMPB lainnya, Gulo, datang bersama keluarga untuk memaksa membawanya ke rumah sakit.


"Sebelum saya keluar pun polisi tidak mengizinkan dan terjadi perdebatan sengit, tapi kami tetap pergi keluar," ungkapnya.


Merespons peristiwa itu, Kristoni berencana melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya kepada pihak berwenang. Ia menyesalkan sikap aparat kepolisian yang hingga kini belum memberikan pernyataan resmi.


"Tapi beberapa berseliweran video di medsos seakan-akan mereka merasa benar dan tidak bersalah. Itu sangat disayangkan. Karena tindakan represif mereka kemarin sangat merugikan dan menyakiti peserta demo yaitu warga masyarakat Kabupaten Pati termasuk saya sendiri," tandasnya.


Ia berharap rakyat Pati tetap bisa menyampaikan aspirasi tanpa dihalangi maupun mendapat tindakan represif dari aparat. Ia juga menuntut pihak-pihak yang memberi instruksi kekerasan segera diproses hukum.


"Karena sangat kurang ajar ya, pelaku kekerasan terhadap kami termasuk saya. Semoga segera ditangkap dan dihukum sesuai perundang-undangan yang berlaku," pungkasnya.


Hingga berita ini dimuat, belum ada pernyataan resmi dari pihak kepolisian maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pati terkait insiden ini.