Film “Fitna” yang disutradarai Geert Wilders, sarat dengan tujuan politik pribadi. Tujuan akhirnya untuk menarik pengikut atau suara pemilih di Belanda.
"Jadi political interest(kepentingan politiknya)-nya kuat sekali," ujar Rohaniawan Katolik Romo Mudji Sutisno dalam diskusi bertajuk 'Film Fitna dan Kerukunan Umat Beragama di Indonesia' di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (5/4) kemarin.<>
Wilders, menurut Romo Mudji, merupakan politikus sayap kanan dari Partij voor de Vrijheid/PVV (Partai untuk Kebebasan). Dengan memproduksi film Fitna, sangat jelas Wilders bertujuan untuk menarik pengikut atau suara pemilih di negaranya.
Anggota DPR RI Hajrianto Tohari yang juga hadir pada kesempatan itu, mengatakan, Wilders tidak mempunyai latar belakang sineas. Harus dipertanyakan motivasi di balik dari pembuatan film yang menggegerkan umat muslim dunia itu.
"Kita berhak mempertanyakan, motivasi apa seseorang yang tidak memiliki background di film membuat film ini," ujarnya.
Menurut Hajrianto, sutradara yang anggota parlemen Belanda itu jelas bukan sineas. Bahkan, Wilders selama ini dikenal sebagai anggota ekstrem kanan yang anti-imigran, memiliki nasionalisme sempit yang tinggi dan cenderung paranoid terhadap ancaman asing.
Sementara, menurut Garin Nugroho, Fitna merupakan karya sinema yang bodoh. Menurut sineas kawakan itu, film tersebut tidak ditujukan untuk membuat karya yang bagus, tapi memang ditujukan sebagai alat propaganda. "Mungkin Fitna ini bodoh dalam tingkat karya. Tapi, bagus dalam tingkat politik," ujarnya.
Menurut Garin, Wilders sudah memperhitungkan politis tentang reaksi dunia menyikapi hasil karyanya. Sekarang bagaimana umat muslim dunia mau menyikapinya. "Apakah kita mau cuma menjadi wayang Wilders?" tanyanya.
Sebagai karya yang bodoh, katanya, umat muslim jangan ikut-ikutan bodoh. Pertempuran ini bisa bodoh dan dangkal. Tapi, ada pula yang argumentatif dan cerdas. "Jadi, di sana terjadi pertempuran tentang cara pandang tentang Islam," ujarnya.
Ia menjelaskan, di Roterdam, dalam 10 tahun belakangan ini, karya-karya yang luar biasa bertemakan Islam di Eropa atau Belanda, kuat sekali. Inilah yang menurut Garin bisa disebarluaskan. Garin mengingatkan, bahwa jihad paling besar dalam agama Islam ialah memberikan kata-kata yang terbaik untuk lawan kita. (okz/rif)
Terpopuler
1
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
2
Targetkan 45 Ribu Sekolah, Kemendikdasmen Gandeng Mitra Pendidikan Implementasi Pembelajaran Mendalam dan AI
3
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
4
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
5
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
6
Pimpinan DPR Bantah Gaji Naik, tapi Dapat Berbagai Tunjangan Total hingga Rp70 Juta
Terkini
Lihat Semua