Hasibullah Satrawi
Kolomnis
Proses menuju gencatan senjata 60 hari antara Israel dengan Hamas terus mengalami kemajuan positif. Dalam perkembangan terbaru, Israel sudah mengirim delegasi untuk perundingan secara tidak langsung dengan Hamas. Hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti sikap Hamas yang merespons positif proposal damai yang disampaikan oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, beberapa waktu lalu.
Sebagaimana dimaklumi, pada Minggu, (29/06/2025), Trump mengumumkan akan segera tercapai gencatan senjata antara Israel dengan Hamas. Selang beberapa hari selanjutnya (01/07/2025), Trump menyatakan bahwa Israel sudah siap memenuhi syarat-syarat yang diharuskan untuk mencapai gencatan senjata.
Sebagian pihak menganggap pernyataan Trump di atas sebagai hal yang tiba-tiba. Padahal gencatan senjata antara Israel dengan Hamas sudah disampaikan Trump pada saat presiden yang tak mudah ditebak ini, mendorong dengan sangat keras tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dengan Iran (24/06/2025).
Gagasan yang termuat dalam proposal perdamaian Israel dan Hamas sekarang sebenarnya bukan hal baru, minimal untuk beberapa persoalan seperti tukar menukar sandera Hamas dengan tawanan Israel. Sesuai dengan bocoran yang beredar di beberapa media di Timur Tengah, pertukaran kali ini akan berlangsung dalam lima tahap.
Tahapan tersebut adalah, pada hari pertama, Hamas akan membebaskan 8 sandera yang hidup. Pada hari ketujuh, Hamas akan membebaskan 5 sandera yang sudah meninggal. Pada hari ketiga puluh Hamas akan membebaskan 5 sandera yang sudah meninggal. Pada hari kelima puluh Hamas akan membebaskan 2 sandera yang masih hidup. Dan pada hari keenam puluh Hamas akan membebaskan 8 sandera yang sudah meninggal.
Dengan demikian, akan ada 10 sandera Israel yang masih hidup dan 18 sandera Israel yang sudah meninggal akan dibebaskan berdasarkan kesepakatan ini (www.aljazeera.net, 05/07/2025).
Sejauh ini, belum ada bocoran berapa jumlah tahanan Israel yang diminta dibebaskan oleh Hamas (sesuai dengan kesepakatan gencatan senjata ini). Mengacu pada gencatan senjata sebelumnya, Hamas diperkirakan akan meminta pembebasan tahanan Israel sampai angka ribuan. Terlebih sandera Hamas yang masih ada sekarang dari kalangan tentara Israel.
Menurut perkembangan sementara, Hamas diberitakan memberikan tiga catatan terkait dengan proposal yang ada, yaitu terkait mekanisme pemberian bantuan yang diminta untuk menggunakan sistem lama (melalui badan di bawah PBB atau lembaga kemanusiaan internasional lainnya) daripada melalui Yayasan Kemanusiaan Gaza yang didukung oleh Israel-AS.
Hamas juga meminta agar perundingan diperpanjang setelah lewat masa 60 hari untuk melanjutkan kesepakatan-kesepakatan yang lain. Terakhir Hamas meminta kepastian dan ketegasan terkait peta penarikan pasukan Israel dari Gaza (www.aawsat.com, 06/07/2025).
Inilah yang akan dibahas oleh delegasi Israel dengan para mediator dalam waktu kurang lebih satu hari ke depan. Dikatakan demikian, karena diharapkan gencatan senjata sudah bisa diumumkan pada saat Netanyahu berada di AS bersama Trump pada hari Senin (07/07) waktu setempat (sekitar Selasa dini hari WIB), atau selambat-lambatnya dalam pekan ini.
Oleh karenanya, bila pada akhirnya gencatan senjata benar-benar tercapai, hal ini tidak bisa dilepaskan dari kepentingan mendesak dari para pihak, khususnya Trump, Netanyahu dan Hamas pada tahap tertentu. Inilah yang membuat gencatan senjata ini kemungkinan besar bisa tercapai sekarang dan tidak tercapai pada waktu-waktu sebelumnya. Padahal secara konsep, proposal yang ada sekarang tak jauh berbeda dengan proposal sebelum-sebelumnya.
Apakah kepentingan-kepentingan tersebut?
Baca Juga
Timur Tengah “Pasca” Perang Iran-Israel
Kepentingan Trump
Minimal ada tiga kepentingan Trump dari gencatan senjata antara Israel-Hamas sekarang. Pertama, memantapkan diri sebagai tokoh perdamaian dunia sekaligus berhak untuk mendapatkan Nobel Perdamaian. Terlebih Trump selama ini bisa menganggap diri telah berhasil mendamaikan banyak perang di dunia, mulai perdamaian antara Rwanda dan Kongo, perdamaian antara India dengan Pakistan, perdamaian antara AS dengan Houthi di Yaman bahkan juga gencatan senjata yang pernah dicapai antara Israel-Hamas pada awal pemerintahannya di bulan Januari kemarin.
Memantapkan diri sebagai tokoh perdamaian tak hanya kepentingan yang bersifat gengsi pribadi bagi Trump. Hal ini juga memiliki dampak penting terhadap politik nasional AS, yaitu memenuhi janji kampanye untuk mengakhiri perang yang banyak berkobar dalam kehidupan global belakangan. Inilah kepentingan kedua Trump. Bila Israel-Hamas benar-benar bisa gencatan senjata sekarang, maka hanya tersisa perang Rusia dan Ukraina yang belum didamaikan oleh Trump.
Ketiga, menjadi arsitek utama bagi Timur Tengah Baru ke depan dengan memperluas Kesepakatan Abraham yang membawa sejumlah negara Arab menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Dengan kata lain, perdamaian antara Israel-Hamas, antara Israel-Iran bahkan antara AS-Houthi dan AS-Suriah adalah langkah demi langkah yang ditempuh oleh Trump untuk mewujudkan tatanan Timur Tengah Baru. Dalam hemat penulis, Kesepakatan Abraham akan menjadi “kitab suci” bagi Timur Tengah Baru yang menjadi ambisi Trump, Sang Arsitek Timur Tengah Baru.
Kepentingan Netanyahu
Dalam konteks Netanyahu, minimal ada tiga kepentingan dari gencatan senjata ini. Pertama, mengoptimalkan efek positif dari persepsi kemenangan melawan Iran. Walaupun kenyataannya Israel porak-poranda, walaupun Iran sempat menyerang pangkalan militer AS di Qatar, tapi AS-Israel mengklaim menang besar dari perang 12 hari melawan Iran.
Selain karena banyak target militer Iran yang berhasil dihancurkan (termasuk tokoh militer dan ahli nuklir Iran), juga karena serangan AS terhadap tiga fasilitas nuklir Iran dianggap berhasil menghancurkan program nuklir Negeri Kaum Mullah itu. Perang melawan Iran dianggap mengamankan Israel dari ancaman senjata nuklir masa depan.
Baca Juga
Lompat Lari Arab Saudi
Melakukan gencatan senjata dengan Hamas sekarang akan bisa mengoptimalkan persepsi kemenangan terhadap Iran. Dengan gencatan senjata ini, para sandera akan dikembalikan ke Israel yang akan menambah sempurna kepahlawanan Netanyahu; mengamankan Israel dari ancaman Iran dan memenuhi tuntutan keluarga sandera.
Semua persepsi kemenangan ini diharapkan mengharumkan kembali nama Netanyahu hingga (partainya) bisa memenangi pemilu Israel yang dalam beberapa tahun terakhir tanpa pemenang mutlak. Inilah kepentingan kedua Netanyahu.
Ketiga, terbebas dari proses hukum yang sedang berlangsung di Israel. Untuk kepentingan ini, seorang Trump sebagai Presiden AS bahkan sempat meminta langsung agar proses hukum terhadap Netanyahu di Israel tidak dilanjutkan.
Dalam hemat penulis, ini bagian dari proses awal yang membuat Netanyahu mau melakukan dan teryakinkan untuk melakukan gencatan senjata sekarang. Kalaupun kepentingan ketiga tidak tercapai, Netanyahu masih cukup aman dengan dua kepentingan di atas yang didapat.
Dengan dua kepentingan pertama dan kedua, minimal Netanyahu bisa melanjutkan rencananya untuk merombak sistem hukum Israel agar dirinya selamat dari proses hukum yang ada.
Kepentingan Hamas
Sementara dari sisi Hamas, ada tiga kepentingan juga dari gencatan senjata sekarang ini. Pertama, menghentikan pelbagai macam dampak buruk dan brutal dari perang membabi buta yang dilakukan Israel di Gaza. Terlebih lagi dengan politisasi bantuan yang membuat kondisi Gaza semakin hancur lebur.
Sebagai pihak yang memulai serangan pada 7 Oktober 2023, Hamas tak bisa lepas tangan sepenuhnya dari yang terjadi di Gaza. Bahkan belakangan semakin banyak suara kritis di Gaza kepada Hamas. Gencatan senjata sekarang diharapkan mampu menghentikan penderitaan di Gaza sekaligus menjadi momen bagi Hamas untuk menertibkan barisan dan langkah-langkah strategisnya ke depan. Inilah kepentingan kedua dari Hamas.
Ketiga, menghentikan pemberontakan yang dimotori oleh Abu Syabab. Kelompok ini diduga dibiayai, dipersenjatai dan digunakan sebagai “politik belah bambu” oleh Israel. Dalam perkembangan terbaru, Dewan Revolusi Gaza meminta Abu Syabab menyerahkan diri paling lambat 10 hari ke depan. Semu perkembangan ini menambah berat beban dan tantangan yang harus dihadapi oleh Hamas.
Dalam terang kepentingan-kepentingan para pihak sebagaimana di atas, sangat dipahami bila gencatan senjata tercapai sekarang antara Hamas dengan Israel. Mengutip apa yang pernah disampaikan oleh Netanyahu, dilihat dari “jendela yang ada,” sekarang adalah waktunya untuk gencatan senjata. Semoga jendela yang dimaksud Netanyahu adalah jendela rumah yang tidak bergerak, bukan jendela pesawat yang cepat berubah; dari satu keadaan pada keadaan yang berbeda.
Bila jendela yang dimaksud Netanyahu adalah “jendela pesawat” maka masih mungkin gencatan senjata yang sudah di depan mata bisa hilang kembali akibat perubahan keadaan yang berlangsung begitu cepat. Semoga gencatan senjata segera terwujud.
Hasibullah Satrawi, pengamat politik Timur tengah dan Dunia Islam
Terpopuler
1
Atas Dorongan PBNU, Akan Digelar Jelajah Turots Nusantara
2
Rais Aam Sampaikan Bias Hak dan Batil Jadi Salah Satu Pertanda Kiamat
3
Asyura, Tragedi Karbala, dan Sentimen Umayyah terhadap Ahlul Bait
4
Dilantik, Berikut Susunan Lengkap Idarah 'Aliyah JATMAN Masa Khidmah 2025-2030
5
Penggubah Syiir Tanpo Waton Bakal Lantunkan Al-Qur’an dan Shalawat di Pelantikan JATMAN
6
I'tikaf hingga Khataman Al-Qur'an, Kebiasaan Gus Baha di Bulan Muharram
Terkini
Lihat Semua