Nasional

PBNU Dorong Presiden Jangan Berhenti Dukung Palestina

NU Online  ·  Selasa, 22 April 2025 | 15:45 WIB

PBNU Dorong Presiden Jangan Berhenti Dukung Palestina

Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya (kedua dari kiri) dalam kegiatan Syawalan Bersama Sahabat Media di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Selasa (22/4/2025). (Foto: NU Online/Patoni)

Jakarta, NU Online

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mendorong Presiden Prabowo Subianto untuk tidak berhenti mendukung Palestina.


"Memohon betul jangan berhenti. Mohon diproses terus," kata Gus Yahya dalam kegiatan Syawalan Bersama Sahabat Media di Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Selasa (22/4/2025).


Sebab, Gus Yahya menyampaikan bahwa dalam konteks dunia internasional, Indonesia berlandaskan kesepakatan para pendiri bangsa dalam Pembukaan UUD 1945.


"Apapun yang kita lakukan dalam pergaulan internasional termasuk hubungan antaragama, tetap rujukan utamanya mandat proklamasi," ujarnya.


"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan," ujarnya mengutip paragraf pertama Pembukaan UUD 1945.


Gus Yahya menyampaikan bahwa hal tersebut menunjukkan visi tatanan internasional. "Bukan cuma soal Indonesia, tatanan internasional yang kita dambakan sebagai bangsa," ujar Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah itu.


Oleh karena itu, Gus Yahya menyampaikan pandangan Prabowo dalam menampung warga Gaza itu menjadi proses awal. Menurutnya, hal tersebut jangan dianggap sebagai akhir. "Harus mulai dari titik manapun supaya proses bergulir," ujarnya.


Pandangan Prabowo itu, menurutnya, bisa menjadi bahan dalam pembicaraan negosiasi dengan berbagai pihak, termasuk misalnya dalam pekan lalu, Presiden Prabowo Subianto melawat ke sejumlah negara di Timur Tengah. Jika pun dibicarakan mengenai jaminan tanah itu tidak diambil, maka itu menjadi yang harus dicarikan jalan keluarnya.


Persoalannya memang, menurutnya, ada kecenderungan aktor global mengabaikan konsensus internasional yang sudah disepakati mengenai tatanan dunia.

 

Piagam PBB dan kebijakan PBB diabaikan, hingga kesepakatan negara-negara dalam forum-forum itu diveto. Bahkan ada aktor non-negara seperti korporasi yang lebih kuat dari negara. "Ini jelas berbahaya," katanya.


Jika diterus-teruskan, itu bisa kembali sebelum konsensus tercapai, yaitu pada tatanan dunia sekarang sebelum Perang Dunia II. "Aktor global bertindak demi kepentingan eksklusif diri sendiri, tidak berdasar kepentingan bersama," ujarnya.