Nasional

INDEF Nilai Data Penurunan Angka Kemiskinan Nasional Tutupi Realitas di Wilayah Tertinggal

NU Online  ·  Rabu, 30 Juli 2025 | 08:00 WIB

INDEF Nilai Data Penurunan Angka Kemiskinan Nasional Tutupi Realitas di Wilayah Tertinggal

Ilustrasi kemiskinan. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online

Angka kemiskinan nasional tercatat mencapai 23,85 juta jiwa pada Maret 2025, menurun 200 ribu dari September 2024. Data ini dinilai tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi nyata di lapangan terutama di wilayah tertinggal. 


“Kalau kita juga melihat secara spasial terjadi penurunan tingkat kemiskinan di level nasional tetapi di beberapa wilayah ataupun pulau itu tingkat kemiskinannya masih cukup tinggi dan ada satu wilayah yang justru mengalami tingkat kenaikan tingkat kemiskinan di daerah Maluku dan Papua," kata Abra Talattov, Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), dalam Diskusi Publik “Angka Kemiskinan Turun, Kesejahteraan Naik?” dikutip NU Online dari kanal Youtube INDEF pada Selasa (29/7/2025). 


Abra menerangkan, data nasional justru bisa menutupi kenyataan pahit bahwa pemerataan belum sepenuhnya tercapai. Ia menyebut wilayah seperti Maluku, Papua, Nusa Tenggara, dan sebagian Sulawesi masih menunjukkan tingkat kemiskinan yang jauh di atas rata-rata nasional.


“Jadi, memang data penurunan tingkat kemiskinan nasional lagi-lagi itu menyembunyikan fakta bahwa masih terjadi tingginya tingkat kemiskinan di wilayah-wilayah tertinggal. Jadi, memang pemerataan masih belum terjadi secara signifikan," katanya.


Bahkan, menurutnya, Papua patut mendapat perhatian khusus dari pemerintah, terutama karena ketergantungannya pada sektor ekstraktif.


“Tingkat kemiskinan di Papua harus menjadi alarm bagi pemerintah bahwa selama ini di wilayah tersebut memang mengandalkan sektor yang sifatnya ekstraktif khususnya sektor pertambangan dan juga smelter dari komoditas pertambangan," jelasnya.


Abra menjelaskan bahwa keadaan di Papua pada semester pertama tahun ini terjadi guncangan pada komoditas pertambangan. Hal ini mengingat harga-harga mineral mengalami penurunan tajam. Karenanya, demikian juga berdampak terhadap perhambatan pertumbuhan ekonomi di daerah dan juga langsung terhadap pendapatan masyarakat di wilayah tersebut


"Sehingga efeknya langsung dirasakan oleh masyarakat yaitu kehilangan pekerjaan dan pada gilirannya meningkatkan tingkat kemiskinan di daerah tersebut,” katanya.


Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menyampaikan bahwa data BPS soal kemiskinan ini merupakan persentase terendah sejak pandemi. 


“Jumlah penduduk miskin di Indonesia 23,85 juta orang atau turun 0,2 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2024. Dari sisi persentase penduduk miskin dari total populasi mencapai 8,47 persen, atau jika dibandingkan dengan September 2024 yang lalu turun 0,10 persen poin,” ungkapnya dalam rilis resmi melalui kanal YouTube BPS Statistics sebagaimana dikutip NU Online, Jumat (25/7/2025).


Ateng mengutarakan bahwa tren penurunan ini sudah terjadi sejak Maret 2023, setelah sebelumnya sempat melonjak pada 2022 akibat inflasi.


“Pada September 2022 dibandingkan dengan Maret 2022, kemiskinan mengalami peningkatan 0,03 persen poin. Tapi sejak Maret 2023 sampai dengan Maret 2025, kemiskinan berangsur mengalami penurunan,” jelasnya.


Bahkan, Ateng juga menyebut jumlah penduduk miskin ekstrem juga menunjukkan tren menurun. Per Maret 2025, angkanya berada di 0,85 persen atau sekitar 2,38 juta orang.


“Jika dibandingkan setahun lalu, mengalami penurunan 1,18 juta orang. Dari persentase, penduduk miskin ekstrem pada Maret 2025 mencapai 0,85 persen, atau turun 0,14 persen dibandingkan September 2024, dan turun 0,41 persen dibandingkan Maret 2024,” jelasnya.