DPR Sebut Transfer Pusat Masih Jadi Penopang 80 Persen Ekonomi Daerah
NU Online · Selasa, 19 Agustus 2025 | 19:30 WIB
M Fathur Rohman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Anggota Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia menilai pembangunan di daerah masih sangat bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat. Ia menyebut kondisi ini membuat banyak kabupaten/kota rawan stagnasi pembangunan ketika terjadi pengurangan alokasi dari pusat.
"Pembangunan di daerah kita selama ini itu sangat tergantung dengan dana transfer pusat itu. Hampir sekitar 80% kabupaten-kota itu sangat tergantung dengan dana transfer daerah. Karena memang mereka kalau kita hitung rata-rata kapasitas fiskalnya, PAD-nya itu cuma sekitar 20-30% saja memenuhi APBD-nya. Sisanya itu semuanya mengandalkan dana transfer pusat," kata Ahmad Doli di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/8/2025).
Ia mengingatkan, tanpa upaya kemandirian, pembangunan daerah akan selalu terancam. "Kalau kemudian terjadi pengurangan dana transfer pusat, dikhawatirkan nanti pembangunan di daerah itu bisa mandek, bisa nggak berjalan," ujar politisi Partai Golkar itu.
Ahmad Doli menekankan perlunya inovasi fiskal dan kreativitas kepala daerah dalam menggali sumber pendapatan baru. “Satu daerah itu di kabupaten, kota, maupun provinsi harusnya makin lama makin mandiri, bukan makin tergantung dengan keuangan pusat. Nah, ini yang harus kita cari solusinya,” jelasnya.
Namun, ia juga menyoroti lemahnya pengawasan dana transfer. Menurutnya, hingga kini DPR belum memiliki mekanisme spesifik untuk memantau secara detail pemanfaatan Dana Alokasi Umum (DAU) maupun (DAK).
"Kita nggak tahu kenapa satu daerah tahun depan itu naik atau tahun ini naik DAU-DAK-nya dibanding tahun sebelumnya. Atau kenapa turun? Apa karena dia berprestasi? Atau diturunkan karena memang dia tidak perform dalam kinerjanya atau tidak? Harusnya kan ukuran-ukuran itu jelas," ujarnya.
Ahmad Doli juga mengingatkan agar kepala daerah tidak serta-merta membebankan keterbatasan fiskal kepada masyarakat. Ia menyinggung kasus di Pati, Jawa Tengah, di mana kebijakan kenaikan pajak tanpa dialog publik menimbulkan gejolak.
"Jangan hanya mengandalkan itu tapi catatannya. Nggak boleh juga kalau ada beban, itu dibebankan langsung ke rakyat. Itu yang menurut saya juga harus menjadi prinsip," kata Ahmad Doli.
Menurutnya, komunikasi politik menjadi kunci agar kebijakan fiskal daerah tidak berujung kontroversi.
"Coba kalau misalnya mereka atau Pak Bupatinya bicara dengan DPRD. Pasti kan DPRD ada hearing dulu, ajak uji publik, segala macam kan. Sehingga kita tahu aspirasi rakyat," ujarnya.
Sebelumnya, Pengamat politik BRIN, Wasisto Raharjo Jati mengatakan pola kebijakan yang semakin terpusat di pemerintahan pusat berimplikasi pada tergerusnya kemandirian daerah.
"Semua level daerah harus mengikuti apa kata pusat. Padahal pemerintah daerah itu aktor langsung yang berhadapan dengan masyarakat. Ini membuat posisi daerah serba dilematis," kata Wasisto.
Ia menilai, kebijakan yang terlalu sentralistik membuat pemerintah daerah kehilangan ruang untuk mengatur kebijakannya sendiri.
"Harusnya kalau dalam pelaksanaan otonomi daerah itu, daerah punya kuasa untuk melaksanakan kebijakan dan programnya mereka sendiri. Sekarang ini semua level daerah harus mengikuti apa kata pusat," tegasnya.
Terpopuler
1
Targetkan 45 Ribu Sekolah, Kemendikdasmen Gandeng Mitra Pendidikan Implementasi Pembelajaran Mendalam dan AI
2
Taj Yasin Pimpin Upacara di Pati Gantikan Bupati Sudewo yang Sakit, Singgung Hak Angket DPRD
3
Peringatan HUT Ke-80 Kemerdekaan RI, Ketum PBNU Ajak Bangsa Teguhkan Persatuan
4
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
5
Kiai Miftach Jelaskan Anjuran Berserah Diri saat Alami Kesulitan
6
Tali Asih untuk Veteran, Cara LAZISNU Sidoarjo Peduli Pejuang Bangsa
Terkini
Lihat Semua