16 Tahun Terlalu Dini, UU Pernikahan Perlu Direvisi
NU Online · Jumat, 19 Juni 2015 | 09:03 WIB
Jakarta, NU Online
Penolakan Mahkamah Konstitusi untuk menaikkan batas minimal pernikahan bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 18 tahun, menuai reaksi banyak kalangan. Hasil judicial review MK atas UU Perkawinan 1974 pada Kamis 18 Juni kemarin, dinilai tidak berpihak pada kesehatan reproduksi perempuan.
<>
“Saya sangat menyesalkan penolakan MK untuk menaikan batas minimal usia pernikahan perempuan itu,” kata anggota DPR RI komisi IX Nihayatul Wafiroh di Jakarta, Jumat (19/6) siang.
Padahal, perempuan berhak mendapatkan jaminan perlindungan kesehatan reproduksi. Sebab, sesuai penelitian medis, perempuan di usia 16 tahun itu masih tergolong anak-anak. Seharusnya, MK mengabulkan permintaan masyarakat untuk menaikkan batas usia perkawinan bagi perempuan, kata Nihayah.
"Saya menolak batas usia menikah perempuan pada usia 16 tahun dalam UU nomor 1 1974, karena berkontribusi pada Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Risiko lain yang tak kalah mengerikan adalah kelahiran premature yang berujung pada lahirnya Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Karenanya, keputusan itu tidak memihak pada kepentingan kesehatan perempuan dan bayi yang dilahirkan," tegas Nihayah.
Kecuali itu, regulasi juga perlu memerhatikan kesehatan serta kesiapan mental kedua belah pihak calon mempelai terutama perempuan yang mengandung dan melahirkan, ujar Nihayah yang juga bermitra kerja dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Ia menuturkan bahwa pihaknya sering kali menjumpai anak-anak yang lahir prematur akibat pernikahan dini. Selain itu yang perlu diperhatikan juga UU nomor 35 tahun 2014 pasal 26 poin C yang menyebutkan bahwa dalam rangka melindungi anak-anak, negara harus mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak.
BKKBN dalam konteks ini menetapkan batas minimal menikah pada usia 20 tahun agar melahirkan generasi yang sehat. Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehan Indonesia (SDKI) 2012, AKI mencapai 359 per 100.000 kelahiran atau meningkat sekitar 57 persen dibandingkan dengan kondisi pada 2007 yang hanya 228 per 100.000 kelahiran.
Indonesia masuk dalam peringkat ke-37 dalam usia pernikahan dini dari seluruh negara di dunia. Di Asia Tenggara, Indonesia menempati peringkat ke-2 setelah Kamboja. Pernikahan dini dapat mengakibatkan kematian ibu dan bayi, tutup Nihayah. (Red: Alhafiz K)
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Perempuan Hamil di Luar Nikah menurut Empat Mazhab
3
Pandu Ma’arif NU Agendakan Kemah Internasional di Malang, Usung Tema Kemanusiaan dan Perdamaian
4
360 Kurban, 360 Berhala: Riwayat Gelap di Balik Idul Adha
5
Saat Katib Aam PBNU Pimpin Khotbah Wukuf di Arafah
6
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
Terkini
Lihat Semua