Opini

Be Young Enterpreneur!

Selasa, 17 Februari 2015 | 08:11 WIB

Oleh Zyadah Khairoh --

“Tidak ada satu pun makanan yang lebih baik daripada yang dimakan dari hasil keringat sendiri.” (HR. Bukhari). Nabi Muhammad dalam sejarah dicatat sebagai seorang manusia utusan Allah juga sekaligus sebagai pebisnis yang handal. Selain karena beliau menjadi seorang yang yatim sejak dalam kandungan lalu ibunya meninggal ketika beliau berusia enam tahun, jiwa kemandirian sudah ada sejak beliau masih kecil.<>

Terbukti saat beliau memulai karir bisnisnya sejak berusia 12 tahun, diajak Abu Thalib, pamannya, untuk berdagang ke negeri Syam (saat ini negeri Syam meliputi Syiria, Yordania, dan Lebanon). Di samping itu beliau berdagang kecil-kecilan dengan cara membeli barang di suatu pasar lalu menjualnya ke orang lain. Hingga pada usia 17 tahun beliau memulai usahanya secara mandiri dan profesional setelah diserahi modal oleh pamannya.

Dalam perjalanan bisnisnya Rasulullah menjadi populer di seluruh lapisan masyarakat termasuk di kalangan saudagar atau pedagang besar karena kejujuran dan keluhuran budi pekertinya, terutama saat persaingan ketat yang terjadi di pasar bisnis Makkah kala itu. Kejujuran dan luhurnya budi pekerti Nabi Muhammad mendongkrak bisnisnya yang tengah dalam masa sulit, dan inilah awal dari kerjasama bisnisnya dengan Khadijah binti Khuwailid yang kemudian bermuara pada ikatan suci pernikahan.

Usia 25 tahun adalah puncak kesuksesan bisnis Nabi Muhammad. Salah satu indikasinya adalah mahar yang diberikan Nabi Muhammad saat menikah dengan Sayyidah Khadijah binti Khuwailid, yaitu unta sebanyak 20 ekor—menurut riwayat lain—ditambah dengan 12 ons emas. Nah, 20 ekor unta dan 12 ons emas bukan sesuatu yang kecil jika dikonversikan dengan rupiah atau dolar saat ini! Bayangkan! Wow...

Rasulullah secara tidak langsung menjadi rujukan pertama dalam etika berbisnis modern, terutama oleh kalangan pebisnis dunia barat. Artinya, etika dalam berbisnis yang diterapkan oleh mereka jauh lebih lama telah diterapkan oleh Rasulullah. Adapun prinsip bisnis Nabi Muhammad antara lain adalah transparency (kejujuran), customer satisfaction (kepuasan pelanggan), good competitive (persaingan secara sehat), dan excellence service (pelayanan yang unggul).

Dalam praktik kejujuran, beliau memilah barang yang kualitasnya sama. Artinya, beliau tidak mencampur barang yang kualitasnya tinggi dan rendah menjadi satu yang hal itu akan menipu dan mengecewakan konsumennya. Sebuah hadits menegaskan, bahwa Rasulullah pernah menegur seorang pedagang jagung yang dalam tumpukan jagungngya terdapat jagung yang busuk sehingga pedagang tersebut diminta untuk memisahkan jagung busuk itu dari tumpukan jagung yang tidak busuk.

Customer Satisfaction (kepuasan pelanggan) juga menjadi prinsip utama dalam bisnis Rasulullah salah satunya beliau tidak pernah melakukan sumpah palsu atas barang dagangannya.  Beliau tidak pernah mengada-ngada atau mengarang cerita agar barang dagangannya laku. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menegaskan hal ini, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual. Tetapi hasilnya tidak berkah.”

Excellence Service (pelayanan yang unggul), Rasulullah  selalu bersaing dengan pedagang lain atas dasar kemitraan dan selalu mengembangkan relasi. Namun, yang perlu diketahui, beliau tidak pernah menjelek-jelekkan dagangan orang lain dengan tujuan memonopoli perdagangan.  Beliau selalu mengedepankan pelayanan yang baik, komunikatif, ramah, dan mempermudah. Hal ini selaras dengan sabda Nabi sendiri, “Allah mengasihi orang yang bermurah hati saat menjual, membeli, dan menagih utang” (HR Bukhari). Prinsip inilah yang menjadikan brand  tersendiri dalam bisnis Rasulullah. Pada usia akhir 30-an, Rasulullah mengurangi kegiatan berbisnisnya dan memperbanyak kontemplasi atau menyendiri dengan memikirkan kondisi masyarakat Makkah yang ketika itu masih  jahiliyah.

Tidak ada hal apapun yang menghalangi beliau berdagang, sekalipun derajat tinggi kenabian yang beliau miliki. Beliau tidak pernah enggan, malu, atau gengsi dengan semua itu karena prinsip kemandirian beliau yang sangat kuat. Beliau tidak pernah mengharap dan berpangku tangan atau menunggu pemberian orang lain, apalagi menadahkan tangan.

Yang perlu digarisbawahi dari perjalanan bisnis Rasulullah adalah sikap mandiri beliau yang tidak menghabiskan masa mudanya dengan hanya bersenang-senang atau bermanja-manja. Beliau mengisi masa mudanya dengan bersusah payah memeras keringat, menjadi anak muda yang tangguh dan produktif sehingga ketika menikah, beliau telah siap dengan skill enterpreneurship dan mapan dari segi ekonomi.

Mengembangkan bakat wirausaha sejak muda merupakan anjuran Nabi, hal ini beliau contohkan agar umatnya senantiasa menjaga kehormatan dirinya dari meminta-minta dan menunggu belas kasihan orang lain. Islam sangat tidak mengapresiasi hal ini. Kita sering melihat fenomena di tengah masyarakat, sarjana-sarjana yang sibuk melamar pekerjaan dan guru-guru yang mengandalkan profesi mengajarnya sebagai mata pencaharian, atau pejabat pemerintah yang menjadikan kewajiban mengbdinya kepada rakyat sebagai bisnis yang menggiurkan, fenomena tersebut merebak akibat daya konsumsi mereka yang semakin tinggi dan tidak diimbangi dengan skill berbisnis. Inilah yang hendak diantisipasi oleh Rasulullah.

Kalau anak muda sekarang meneladani pribadi enterpreneur Rasulullah, berkuranglah pemuda-pemudi yang menjadi pengangguran dan korupsi di negeri ini. Atau bahkan, tidak akan ada perempuan yang disiksa dan menggadaikan harga dirinya di negeri orang karena menjadi tenaga kerja atau suaminya pengangguran.

Ziyadatul Khairoh, Fakultas Dakwah Bimbingan Konseling Islam IAI Ibrahimy, tinggal di asrama Al-Iflah PP. Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur


Terkait