Warta

Penderita HIV/AIDS Tak Boleh Didiskriminasi

NU Online  Ā·  Rabu, 6 Desember 2006 | 11:11 WIB

Jakarta, NU Online
Para penderita Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deviciency Syndrome (HIV/AIDS) harus dihargai karena mereka masih bisa berkarya kepada masyarakat meskipun mengidap suatu penyakit berbahaya. ā€œMereka tidak boleh didiskriminasi dan harus diberdayakan,ā€ kata John Alubwaman dari Komite Penanggulangan AIDS dalam seminar yang digelar Pengurus Wilayah Fatayat NU DKI Jakarta.

Walaupun bisa menular, interaksi dengan penderita HIV/AIDS melalui kontak biasa, makanan atau minuman, kolam renang, telpon, atau gigitan nyamuk tidak membahayakan. HIV/AIDS menular melalui seks tidak aman, penggunaan alat suntik, tato, tindik secara bergantian, melalui transfusi darah dan dari ibu ke bayinya.

<>

Sampai bulan Maret 2006 tercatat 10.156 penderita HIV/AIDS di Indonesia dengan kecenderungan peningkatan yang besar. ā€œDi Jakarta 64-70 persen penderita HIV/AIDS timbul karena penggunaan jarum suntik secara bergantian akibat penggunaan Narkoba,ā€ tandasnya.

Untuk wilayah DKI Jakarta, John menunjukkan pada Juni-Desember, terdapat 317 penderita HIV/AIDS baru yang melaporkan. Para pekerja seks komersial yang jumlahnya sekitar 120-160 ribu di Jakarta juga sangat rawan sebagai media untuk menularkan penyakit ini.

ā€œIni merupakan fenomena gunung es, banyak sekali penderita HIV/AIDS yang tidak melaporkan dan secara diam-diam menularkannya kepada fihak lain,ā€ tuturnya.

HIV/AIDS sangat susah untuk dideteksi dan hanya dapat dipastikan melalui tes darah. Sampai saat ini orang yang memiliki resiko tinggi terhadap penderita HIV/AIDS kebanyakan masih enggan memeriksakan dirinya.

Salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi penderita HIV/AIDS adalah memberikan obat secara gratis dan penggunaan jarum suntik sekali pakai. ā€œBahkan untuk pecandu Narkoba disediakan mogadon agar mereka tidak menggunakan jarum dan pelan-pelan bebas sebagai pecandu,ā€ tuturnya.

Penggunaan kondom sebenarnya merupakan upaya untuk mengurangi risiko bagi mereka yang tak bisa menahan diri. ā€œMenurut ajaran agama, memang upaya yang paling ideal adalah menghindari seks bebas, tapi realitasnya di masyarakat kan beda,ā€ katanya.

Sementara itu Ketua PW Fatayat NU DKI Hj. Karimah Hamid berpendapat bahwa keluarga memiliki peran yang sangat penting sebagai tempat untuk mensosialisasikan nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan, terutama bagi para remaja. Farum lain yang dapat digunakan adalah pengajian dan majelis taklim, remaja masjid, rohis dan lainnya. (mkf)