Menjauhkan NU dari Politik Praktis Dinilai Cukup Sulit
NU Online · Rabu, 22 Juli 2009 | 13:25 WIB
Upaya “menjauhkan” Nahdlatul Ulama (NU) dari urusan politik praktis, dinilai cukup sulit. NU didirikan memang bukan untuk kepentingan politik praktis. Namun, dalam perkembangannya, NU selalu bersinggungan dengan politik kekuasaan itu.
Keputusan untuk kembali ke Khittah 1926 pun, tidak sepenuhnya murni atas dasar kehendak menghindari wilayah politik praktis. Keputusan itu diambil juga atas pertimbangan politik.<>
“Keputusan kembali ke Khittah (dalam Muktamar ke-27 di Situbondo, Jatim) juga berawal dari kekecewaan politik, kecewa pada PPP (Partai Persatuan Pembangunan)," kata Ketua Pengurus Besar NU, Mustofa Zuhad, dalam sebuah forum diskusi, di Jakarta, Rabu (22/7).
Karena itu, menurut dia, persoalannya adalah tinggal bagaimana mengatur agar persinggungan NU dengan politik tersebut tidak berpengaruh buruk terhadap keberadaan NU sebagai organisasi.
Sebelumnya, Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Saifullah Yusuf, meminta KH Hasyim Muzadi mengakhiri kepemimpinannya di NU. Ia menilai, Hasyim telah membawa NU ke politik praktis yang menyalahi Khittah.
Sejumlah anak muda yang menamakan diri Gerakan Pemurnian Khittah NU pun menyatakan hal senada. Mereka meminta Rais Aam PBNU, KH Sahal Mahfudz, selaku pemimpin tertinggi NU, memelopori gerakan pemurnian Khittah secara nasional. (rif)
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Refleksi Akhir Safar, Songsong Datangnya Maulid
2
Gaji dan Tunjangan yang Terlalu Besar Jadi Sorotan, Ketua DPR: Tolong Awasi Kinerja Kami
3
KPK Tetapkan Wamenaker Immanuel Ebenezer dan 10 Orang Lain sebagai Tersangka Dugaan Pemerasan Sertifikat K3
4
LF PBNU Rilis Data Hilal Jelang Rabiul Awal 1447 H
5
Prabowo Minta Proses Hukum Berjalan Sepenuhnya untuk Wamenaker yang Kena OTT KPK
6
Pemerintah Berencana Tambah Utang Rp781,9 Triliun, tapi Abaikan Efisiensi Anggaran
Terkini
Lihat Semua