Lembaga Agama Diharapkan Tak Keluarkan Fatwa Provokatif
NU Online · Sabtu, 5 April 2008 | 21:01 WIB
Lembaga-lembaga keagamaan seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) diharapkan tidak mengeluarkan fatwa-fatwa keagamaan yang bisa memprovokasi masyarakat untuk melakukan tindak kekerasan.
Demikian salah satu butir rekomendasi halaqoh alim ulama dan santri di Gedung MANU Putra, Pesantren Buntet, Rabu (2/4) lalu, sebagai bagain dari rangkaian acara Haul Al Marhumin Sesepuh dan Warga Pondok Buntet Pesantren, Cirebon.<>
Para pemimpin agama, demikian dalam butir rekomendasi itu, diharapkan dapat memprakarsai forum-forum dialog yang melibatkan komunitas-komunitas yang berbeda, dan mendorong komunitas masing-masing untuk proaktif dalam forum tersebut.
Para peserta halaqah prihatin adanya gejala dan berbagai peristiwa ketegangan dan kekerasan antar kelompok di dalam masyarakat berdasarkan agama yang terus menerus terjadi tanpa ada penyelesaian yang komprhensif, adil dan melindungi semua warga negara.
Sementara itu, banyak aparat negara yang lalai menyelesaikan masalah secara adil sehingga terjadi pembiaran intimidasi dan kekerasan oleh satu kelompok kepada kelompok lain yang lebih lemah (dhu’afa’) dan kelompok minoritas.
Halaqah menegaskan, fungsi pemerintah adalah untuk mengatur kehidupan dunia (siyasah ad-dunya), sehingga masyarakat yang ada di dalamnya dapat hidup dengan aman, nyaman dan tenang.
"Kepala pemerintahan bertugas untuk memberikan perlindungan terhadap seluruh warga negara untuk memperoleh rasa aman, keadilan hukum, ekonomi, dan sosial, jaminan sosial, dan kesamaan di hadapan hukum dan pengadilan,” demikian dalam rekomendasi halaqah.
Dikatakan, ketegangan horisontal antar-warga ditengarai lebih banyak disebabkan oleh masalah-masalah di luar keagamaan, tetapi kemudian mengikutkan simbol-simbol keagamaan. Kecenderungan ini bisa mengancam harmoni dan kurukunan dalam, dan bahkan mengancam kesatuan nasional.
Pengasuh pesantren perlu menyegarkan kembali wawasan kebangsaan dengan mendorong kajian-kajian sejarah perjuangan para kiai dalam mendirikan dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta memasukkan fiqh ad-dawlah (pendidikan kewarganegaraan) di dalam kurikulum pesantren.
Halaqah tersebut terselenggara atas kerjasama Pondok Pesantren Buntet Cirebon dan The Wahid Institute Jakarta dan Lembaga Kajian dan pemberdayaan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) NU Cirebon.
Sejumlah kiai dan para aktivis muda NU dari berbagai daerah turut meneken rekomendasi halaqoh. KH Syarif Ustman Yahya, Pengasuh Pondok Pesantren Kempek, menjadi salah satu pembicara kunci dalam halaqah itu. (nam)
Terpopuler
1
Saat Jamaah Haji Mengambil Inisiatif Berjalan Kaki dari Muzdalifah ke Mina
2
Perempuan Hamil di Luar Nikah menurut Empat Mazhab
3
Pandu Ma’arif NU Agendakan Kemah Internasional di Malang, Usung Tema Kemanusiaan dan Perdamaian
4
Saat Katib Aam PBNU Pimpin Khotbah Wukuf di Arafah
5
360 Kurban, 360 Berhala: Riwayat Gelap di Balik Idul Adha
6
Belasan Tahun Jadi Petugas Pemotongan Hewan Kurban, Riyadi Bagikan Tips Hadapi Sapi Galak
Terkini
Lihat Semua