Malam berbaring
saat lampu jalan berdiri
mengawasi terompet
yang belum juga terbeli.<>
Matanya yang cekung seakan menampung
lalu-lalang pejalan kaki di sekitar
dan mulutnya gemetar meniupkan
terompet tahun baru: semoga bunyi
yang dikeluarkannya tak nestapa
seperti kesedihan hidupnya itu.
Segelintir angin berkeriap mengiringi
nada-nada yang dipersembahkannya
tanpa basa-basi kepada calon pembeli.
Bulan dan bintang terdiam
seakan waktu berhenti
sebelum jam 12 malam.
Dengan sebuah keyakinan: Tuhan
bersama orang papa
yang tak kehabisan harapan
di pengujung tahun.
Selamat Tahun Baru, Tuhan
Tahun baru, seperti peci beludru
yang bertengger di puncak kepalaku.
Namun, sadarkah Kau, kalau aku haru
pada ruyak ubun-ubunku?
Aku mengingatmu pada sebuah
sujud yang kesepian dan basah
yang dikibarkan kalender dan jam weker
kepada bunyi terompet, kembang api
dan tumpah hujan di pepohonan.
Akhir dan awal dirayakan
secara bersamaan: "Selamat tahun baru, Tuhan!"
Namun, bagiMu itu bukan perayaan yang
mengharukan. Sebab esok terentang
kematian bagi kenangan, dan Kau
menggumam dalam lampau igau;
"Kepada siapa tugas menghidupkan
jenazah kenangan yang teronggok:
di jalanan, taman, selokan, bahkan
tempat peribadatan itu harus diemban?"
"Hm, hanya penyair yang cocok,"
gumamku kemudian.
Jakarta, 2014
Astrajingga, lahir di Cirebon 1989, penggiat di Malam Puisi Jakarta dan Malam Puisi Depok, tinggal di Jakarta Timur.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Inilah Obat bagi Jiwa yang Hampa dan Kering
2
Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat
3
Khutbah Jumat: Belajar dari Pohon Kurma dan Kelapa untuk Jadi Muslim Kuat dan Bermanfaat
4
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
5
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
6
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
Terkini
Lihat Semua