Ragam Hukum Haji dan Ancaman bagi Orang Mampu tapi Tak Menunaikannya
NU Online · Jumat, 9 Mei 2025 | 19:00 WIB
Syarif Abdurrahman
Kontributor
Jakarta, NU Online
Hukum haji bagi setiap individu beragam tergantung kondisi masing-masing. Terkadang hukum haji menjadi fardhu ain, fardhu kifayah, dan adakalanya sukarela (tathawwu).Â
Namun, yang pasti, haji hanya wajib seumur hidup sekali bagi yang mampu dan memenuhi syarat yang diatur dalam hukum fiqih.
Hal itu sebagaimana dijelaskan Ustadz Alhafidz Kurniawan dalam artikelnya berjudul Ragam Hukum Ibadah Haji dalam Islam yang dikutip NU Online pada Jumat (9/5/2025).Â
Mengutip Syekh M Nawawi Al-Bantani dalam Nihayatuz Zain fi Irsyadil Mubtadi'in, Ustadz Alhafiz menjelaskan hukum haji menjadi wajib karena ada sebab baru, yaitu nazar, qadha ketika merusak haji sunnah, dan mensyiarkan ka’bah setiap tahun dengan ibadah haji.Â
"Hukum haji fardhu ‘ain, yaitu kewajiban bagi setiap umat IsIam sekali seumur hidup yang belum pernah haji dan memenuhi syarat haji atau mengqadha haji yang rusak sebelumnya,"tulisnya.
Lebih lanjut ia menambahkan, haji bisa berhukum fardhu kifayah, yaitu kewajiban kolektif setiap tahun yang gugur bila mana ada sebagian orang mensyiarkan Ka’bah dengan ibadah haji dan umrah.Â
"Haji berhukum tathawwu (sunnah), yaitu ibadah haji dan umrah yang dilakukan secara sukarela terutama bagi orang dengan status budak (yang sudah tidak ada di zaman kini) dan anak-anak,"imbuh Ustadz Alhafidz.Â
Kendati haji memiliki beragam hukum, ada sebagian individu dari umat Islam yang tidak menginginkan untuk melakukan ibadah haji meskipun mampu dan memenuhi syarat haji.
Ketiadaan keinginan untuk beribadah haji bukan semata-mata karena tertahan oleh sesuatu, tetapi memang dirinya tidak menginginkan pergi menunaikan kewajiban haji. Sikap ini dipandang oleh fuqaha tetap berdosa.
Bab ini dijelaskan Ustadz Amien Nurhakim dalam artikel yang berjudul Kajian Hadits: Enggan Tunaikan Ibadah Haji Padahal Mampu yang dikutip NU Online, Jumat (9/5/2025).Â
"Fuqaha tetap memandang berdosa orang yang mampu melaksanakan haji, tapi enggan. Ia terkena dosa karena tidak menunaikan rukun Islam yang kelima," jelasnya.
Ustadz Amien menegaskan, jika keengganan untuk beribadah haji sampai pada tahap tidak meyakini haji sebagai rukun Islam maka dampaknya lebih besar.Â
Bahkan, Ustadz Amien mengutip peristiwa Umar bin Khattab dalam kitab Talkhishul Habir karya Ibnu Hajar, di mana Umar bertekad untuk mengutus beberapa orang ke berbagai penjuru negeri ini, untuk memeriksa siapa di antara mereka yang memiliki harta, tapi dia tidak berhaji, kemudian mereka diwajibkan membayar jizyah. Karena dianggap bukan bagian dari kaum muslimin.
Dalam sebuah hadits riwayat Ad-Darimi dan Al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kabir, dijelaskan bahwa seseorang yang tidak terhalang untuk melakukan haji oleh apapun, kemudian ia meninggal, maka bisa jadi ia meninggal dalam keadaan Yahudi atau sebagai Nasrani. Hanya saja, mayoritas ulama menganggap hadist ini lemah.
"Jika dirinya (orang yang enggan haji) mengingkari rukun Islam yang kelima, semisal tidak meyakini kewajiban haji, menganggap haji tidak memiliki status hukum apabila dilaksanakan atau ditinggalkan, maka dia bukanlah seorang muslim,"pungkas Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas PTIQ Jakarta ini.Â
Terpopuler
1
Fantasi Sedarah, Psikiater Jelaskan Faktor Penyebab dan Penanganannya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Pergunu Buka Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Universitas KH Abdul Chalim Tahun Ajaran 2025
4
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
5
Kabar Duka: Ibrahim Sjarief, Suami Jurnalis Senior Najwa Shihab Meninggal Dunia
6
Ribuan Ojol Gelar Aksi, Ini Tuntutan Mereka ke Pemerintah dan Aplikator
Terkini
Lihat Semua