Nasional

Melalui Jalantara, Rais Aam PBNU Tegaskan Bahaya Sikap Imma’ah

NU Online  ·  Senin, 14 Juli 2025 | 11:00 WIB

Melalui Jalantara, Rais Aam PBNU Tegaskan Bahaya Sikap Imma’ah

Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar saat memberikan sambuatan dalam kegiatan Jelajah Turots Nusantara (Jalantara), Ahad (13/7/2025) di Kudus, Jawa Tengah. (Foto: NU Online/Saiful Amar)

Jakarta, NU Online

Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar menegaskan bahwa laten dari sikap imma'ah atau istilah yang lahir dari hadis Nabi Muhammad untuk menyebut orang yang tidak punya pendirian atau hanya ikut-ikutan.


Menurutnya, forum keilmuan seperti yang digaungkan dalam Nahdlatut Turots melalui program Jelajah Turots Nusantara (Jalantara) menjadi solusi dalam permasalahan tersebut untuk menjunjung tinggi ilmu pengetahuan sebagai fondasi dalam membangun peradaban.


"Itu orang-orang yang selalu perkataannya, manakala orang lain melakukan kebaikan, saya ikutan. Sebaliknya kalau orang melakukan kejahatan, keburukan, saya tidak ketinggalan, ikut-ikutan melakukan. Ini namanya orang latah," kata Kiai Miftach menerangkan isi hadist saat Kick Off Jelajah Turots Nusantara (Jalantara) di Pelataran Menara Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, pada ahad (13/7/2025) malam.


Tak hanya itu, Kiai Miftach juga mengkritik fenomena kegemaran umat terhadap hal-hal viral dan perdebatan dangkal yang menggerus nilai ilmu dan sanad. Termasuk kegaduhan soal nasab, yang menurutnya telah dibingkai secara tidak bijak.


"Oleh karena itu, ulama kita selalu mengingatkan (bahwa) jangan kalian jadi kelompok-kelompok yang tidak punya pendirian, yang hanya ikut-ikutan gerudak-geruduk, sebab orang yang gerudak-geruduk, tidak punya pendirian, akan mudah diwarnai, akan mengikuti apa yang terjadi, apa yang dianggap aneh dan dianggap sesuatu yang luar biasa," jelasnya.


Ia juga memaparkan bahwa istilah Nusantara yang dikaitkan dengan julukan ulama atau santri bukanlah sekat atau mengategorisasi. Melainkan sebuah pemantik semangat bahwa bangsa ini punya sumber daya ilmu yang luar biasa untuk ditawarkan ke dunia. 


"Penting sekali kita bisa mengikuti dan mempelajari serta menghayati bagaimana keberhasilan ulama-ulama kita dulu seperti almarhum Syekh Abdul Hamid Kudus ini, agar lahir lagi ulama Nusantara sebagai baitsah untuk meniru, melahirkan Syekh Abdul Hamid Kudus yang lain," katanya.


"Mungkin ada di ruangan ini, yang akan melanjutkan dan akan menjadi Syekh Abdul Hamid Kudus pada abad selanjutnya," tambahnya.


Di kesempatan itu, Wakil Ketua Umum PBNU, KH Zulfa Mustofa, menjabarkan pentingnya turots atau karya tulis warisan keilmuan Islam dalam membangun peradaban, sebagaimana nasihat yang pernah disampaikan oleh Kiai Miftach kepadanya.


"Apa yang diminta oleh Rais Aam PBNU agar Nahdlatul Ulama jangan meninggalkan turots. Kalau kita berbicara membangun peradaban, maka peradaban kita tidak akan kuat tanpa kita membangun turots itu sendiri," katanya.


"Karenanya, dasar membangun peradaban kita, Nahdlatul Ulama harus membangun turots-turots dan menjaga turots-turots ulama kita yang itu adalah menjadi kebanggaan Nahdlatul Ulama. Kebanggaan Nahdlatul Ulama adalah turots-turots ini," terangnya.