Komnas Perempuan Ungkap Upaya Cegah Hubungan Inses, Kekerasan Seksual yang Tersembunyi
NU Online · Jumat, 23 Mei 2025 | 10:00 WIB
Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Ramainya Grup Facebook Fantasi Sedarah dan Suka Duka menunjukkan bahwa ruang digital sangat potensial digunakan sebagai sarana kekerasan seksual yang meresahkan masyarakat. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah menutup grup tersebut dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berhasil menangkap enam anggota aktifnya.
Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Yuni Asriyanti menjelaskan bahwa kekerasan seksual berupa hubungan sedarah atau inses merupakan bentuk kekerasan seksual yang sangat meresahkan karena terjadi secara masif namun tersembunyi. Hal ini menjadikan salah satu bentuk kekerasan yang paling sulit diungkap karena biasanya dilakukan oleh orang-orang terdekat.
“Beberapa alasan misalnya kebiasaan untuk tutup aib keluarga, ketakutan akan memecah belah keluarga, korban bergantung secara ekonomi atau emosional serta ancaman atau tekanan dari pelaku atau keluarga besar,” ujarnya kepada NU Online pada Kamis (22/5/2025).
Yuni menyampaikan bahwa pencegahan inses memerlukan pendekatan yang menyeluruh dan kolaboratif, dimulai dari pendidikan, komunikasi, hingga perlindungan hukum. Ia menekankan pentingnya pendidikan seksual yang sesuai usia sejak dini, baik di lingkungan keluarga maupun lembaga pendidikan.
“Supaya anak memahami batasan tubuh mereka dan hak untuk berkata ‘tidak’ pada sentuhan yang tidak nyaman, termasuk dari orang terdekat,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya komunikasi terbuka dalam keluarga. Anak-anak harus merasa aman untuk berbicara dan melaporkan apa yang mereka alami tanpa takut disalahkan. Pengawasan terhadap interaksi anak dengan anggota keluarga lain juga perlu dilakukan, terutama jika terdapat kedekatan yang dinilai tidak wajar.
Yuni menegaskan bahwa pelaku kekerasan seksual dalam keluarga harus dihukum secara tegas. Ia juga menyoroti pentingnya dukungan hukum serta pendampingan psikologis yang memadai bagi korban.
“Pencegahan hanya bisa efektif jika semua pihak keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara bekerja sama menciptakan lingkungan yang aman dan bebas kekerasan,” ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa inses tidak hanya meninggalkan luka secara fisik, tetapi juga menyisakan trauma psikologis yang mendalam, terutama bagi korban yang umumnya adalah anak-anak di bawah umur. Dampaknya bisa mencakup gangguan perkembangan emosional, kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual, stigma sosial, hingga risiko putus sekolah.
“Anak sering tidak mendapat keadilan karena pelaku adalah anggota keluarga, dan proses hukum kerap menambah luka. Tanpa pemulihan yang memadai, korban berisiko terjebak dalam siklus kekerasan antargenerasi,” ujar Yuni.
Ia menegaskan bahwa pendekatan yang ramah anak dan berpihak pada korban sangat penting untuk menghentikan dampak jangka panjang dari kekerasan seksual dalam keluarga.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
2
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
3
Fantasi Sedarah, Psikiater Jelaskan Faktor Penyebab dan Penanganannya
4
Khutbah Jumat: Menyambut Idul Adha dengan Iman dan Syukur
5
Pergunu Buka Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Universitas KH Abdul Chalim Tahun Ajaran 2025
6
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
Terkini
Lihat Semua