Nasional

Idul Adha Berpotensi Tak Sama, Ketinggian Hilal Dzulhijjah 1446 H di Indonesia dan Arab Berbeda

NU Online  ·  Selasa, 27 Mei 2025 | 07:00 WIB

Idul Adha Berpotensi Tak Sama, Ketinggian Hilal Dzulhijjah 1446 H di Indonesia dan Arab Berbeda

Rukyatul hilal. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Anggota Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) Khafid menjelaskan bahwa secara umum, penyebab perbedaan hilal di wilayah Timur dan Barat disebabkan ketinggian hilal semakin ke barat akan kian meninggi. Meskipun demikian, gejala umum ini tidak selamanya terjadi. Sebab, matahari tidak selalu tegak lurus, tetapi juga miring.


"Secara saintifiknya dari timur ke barat semakin meninggi. Tapi tidak selalu meninggi, itu secara umum. Sebab matahari tidak selalu tegak lurus namun miring. Karena miring inilah, kadang Pelabuhan Ratu sekali pun bisa lebih tinggi hilalnya dibandingkan Aceh. Padahal Pelabuhan Ratu letaknya lebih timur daripada Aceh," terangnya dalam Kanal Youtube NU Online, Senin (26/5/2025).


"Hilal ke arah Barat itu semakin tinggi sehingga tidak hanya ke Aceh bahkan nanti kalau sudah sampai Makkah atau Saudi Arabia, hilalnya bisa lebih dari 6 derajat," tambahnya.


Selain alasan tersebut, cuaca dan situasi juga dapat menyebabkan adanya perbedaan hilal. "Bisa saja karena cuacanya ya, bisa saja karena situasi yang di sana dan sebagainya itu tidak membuahkan hasil, tidak ada yang melihat hilal, maka akan disimpulkan istikmal atau kita Idul Adhanya akan berbeda kemungkinannya dengan Saudi," tambah Direktur Pemetaan Batas Wilayah dan Nama Rupabumi Badan Informasi Geospasial itu.


Terkait tentang menyikapi perbedaan Idul Adha di Indonesia dan Arab Saudi, Khafid mengatakan banyaknya masyarakat yang menanyakan terkait puasa Arafah, apakah mengikuti Indonesia atau Arab Saudi.


"Puasa Arafah itu disunahkan pada tanggal 9 Dzulhijjah. Kalau 9 Dzulhijjah itu di Indonesia atau NU nanti memulainya berbeda, bisa saja ya kita puasa Arafahnya itu berbeda dengan yang ada di Saudi," jelasnya.


Hal itu, katanya, Wukuf Arafah dan puasa Arafah adalah hal yang berbeda, tidak ada terkait puasa Arafah itu adalah bagian dari menghormati orang yang wukuf di Arafah. Sementara secara ilmiah atau astronomi, kata Khafid, merupakan perbedaan itu disebabkan oleh garis tangga yang ada di Pasifik. 


Ia juga mengatakan bahwa prediksi awal Dzulhijjah di Saudi Arabia kemungkinan besarnya adalah tanggal 28 Mei 2025 atau 27 Mei 2025. Sedangkan di Indonesia, khususnya Nahdlatul Ulama (NU) masih tetap menunggu hasil observasi perukyat di wilayah Aceh.


Sebagai informasi, data hisab Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) menunjukkan bahwa hilal akhir Dzulqa'dah 1446 H atau bertepatan dengan Selasa Wage, 27 Mei 2025 M adalah 1 derajat 28 menit 20 detik dengan elongasi 6 derajat 34 menit 38 detik dan lama hilal di atas ufuk 8 menit 50 detik. Sementara ijtimak (konjungsi) terjadi pada Selasa Wage 27 Mei 2025 M pukul 10:04:09 WIB.


Adapun parameter hilal terkecil itu terdapat di Kota Merauke, Provinsi Papua Selatan. Ketinggian hilal di sana mencapai 0 derajat 18 menit dan elongasi hilal hakiki 5 derajat 44 menit, serta lama hilal di atas ufuk 2 menit 19 detik.


Sementara tinggi hilal terbesar terjadi di Sabang, Provinsi Aceh. Ketinggian hilal di sana mencapai 3 derajat 10 menit, elongasi hilal hakiki 7 derajat 02 menit, dan lama hilal di atas ufuk 15 menit 55 detik.


Data di atas menunjukkan bahwa hilal yang sudah berada di atas ufuk dan sudah memenuhi kriteria imkanur rukyah hanya ada di Sabang, Aceh. Pasalnya, tinggi hilal sudah di atas 3 derajat dan elongasi lebih dari 6,4 derajat. Sementara bagian timur dari wilayah tersebut belum memenuhi kriteria imkan rukyah.


Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga merilis data perhitungan hilal 1 Dzulhijjah 1446 H dalam Informasi Prakiraan Hilal Saat Matahari Terbenam Tanggal 27 Mei 2025 M (Penentu Awal Bulan Dzulhijjah 1446 H).


Dalam informasi itu, dijelaskan bahwa konjungsi akan terjadi pada hari Selasa, 27 Mei 2025 M, pukul 3.2.15 UT atau Selasa, 27 Mei 2025 M, pukul 10.2.15 WIB atau Selasa, 27 Mei 2025 M, pukul 11.2.15 WITA atau Selasa, 27 Mei 2025 M, pukul 12.2.15 WIT,


Di wilayah Indonesia pada tanggal 27 Mei 2025, waktu Matahari terbenam paling awal adalah pukul 17.25.48 WIT di Merauke, Papua dan waktu Matahari terbenam paling akhir adalah pukul 18.48.46 WIB di Sabang, Aceh. Dengan memperhatikan waktu konjungsi dan Matahari terbenam, dapat dikatakan konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam tanggal 27 Mei 2025 di wilayah Indonesia.


Adapun ketinggian Hilal di Indonesia saat Matahari terbenam pada 27 Mei 2025, berkisar antara 0,14 derajat di Merauke, Papua sampai dengan 3,24 derajat di Sabang, Aceh.


Sementara itu, besaran elongasi geosentris di Indonesia saat Matahari terbenam pada 27 Mei 2025, berkisar antara 5,8 derajat di Merauke, Papua sampai dengan 7,11 derajat di Sabang, Aceh.


Data BMKG juga menunjukkan umur Bulan di Indonesia saat Matahari terbenam pada 27 Mei 2025, berkisar antara 5,39 jam di Merauke, Papua sampai dengan 8,78 jam di Sabang, Aceh.


Adapun lama hilal saat Matahari terbenam pada 27 Mei 2025, berkisar antara 2,02 menit di Merauke, Papua sampai dengan 18,1 menit di Sabang, Aceh.