Pati, NU Online
Pejabat Rais Aam PBNU KH A Mustofa Bisri meresmikan lembaga baru bernama Fiqh Sosial Institute atau disingkat Fisi yang didirikan Sekolah Tinggi Agama Islam Mathali’ul Malah (STAI Mafa) di auditorium kampus setempat di Pati, Jawa Tengah, Sabtu (15/3).
<>
Ketua STAI Mafa H Abdul Ghoffar Rozien, M.Ed mengatakan, Fiqh Sosial Institute sebenarnya sudah beraktivitas sejak dua tahun yang lalu. “Kami ingin bahwa Fiqh Sosial Institute itu menjadi lembaga yang menguatkan program riset akademik dan mampu mewujudkan impian pendiri STAI Mafa, sebagai kampus berbasis nilai-nilai pesantren,” ungkapnya.
Fiqh Sosial Institute didirikan dengan maksud ingin mengembangkan warisan pemikiran dan kiprah fiqih sosial almarhum Rais Aam PBNU KH MA Sahal Mahfudh melalui sebuah lembaga penelitian.
Gus Mus, sapaaan akrab KH A Mustofa Bisri, mengakui kredibilitas keilmuan Kiai Sahal. Menurut dia, penyusun kitab Thariqatul Hushul ‘ala Ghayatil Wushul ini mampu mengontekstualisasikan fiqih dengan persoalan-persoalan kotemporer. Kiai Sahal juga dinilai sanggup membahasakan bahasa pesantren dengan bahasa orang kota.
“Kiai Sahal itu ulama panutan. Beliau itu gabungan antar Kiai Wahab Chasbullah yang ahli ushul fiqh, dan Kiai Bisri Syansuri yang ahli fiqh,” ujar Gus Mus.
Fiqh Sosial Institute diresmikan bersamaan dengan peluncuran buku “Epistemologi Fiqh Sosial: Konsep Hukum Islam dan Pemberdayaan Masyarakat” yang ditulis peneliti sekaligus dosen STAI Mafa. Selain Gus Mus, hadir pula dalam acara itu Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Prof Dr Amin Abdullah dan Ketua PBNU Imam Aziz.
Amin Abdullah mengapresiasi pemikiran dan kiprah Kiai Sahal, serta riset yang dilakukan peneliti Fiqh Sosial Institute. “Cara berpikir Kiai Sahal bahwa perguruan tinggi yang didirikan berbasis nilai-nilai pesantren, itu luar biasa. Pemikiran ini sudah melampaui zaman, karena banyak di beberapa perguruan tinggi lain, bingung mau melangkah ke mana. Sementara di STAI Mafa, sudah jelas arahnya,” terangnya.
Sementar itu Imam Aziz menyoroti sikap Kiai Sahal yang kerap lebih menunjukkan sikap tak banyak bicara dalam sejumlah kasus. “Yang menarik dari sikap Kiai Sahal adalah strategi ‘diamnya’. Di beberapa forum, sikap diam Kiai Sahal itu memang ada dasarnya,” katanya.
“Beliau tidak ingin hal-hal yang penting diplintir oleh media, juga menjaga kehati-hatian. Pemikiran Kiai Sahal juga senada dengan Gus Dur, ketika mendiamkan teks. Yakni proses untuk membiarkan hal-hal kontemporer dan sensitif dari pesantren, agar direspons masyarakat dulu,” imbuhnya. (Red: Mahbib Khoiron)
Terpopuler
1
KH Thoifur Mawardi Purworejo Meninggal Dunia dalam Usia 70 tahun
2
Kuasa Hukum Rakyat Pati Mengaku Dianiaya hingga Disekap Berjam-jam di Kantor Bupati
3
Amalan Mengisi Rebo Wekasan, Mulai Mandi, Shalat, hingga Yasinan
4
Ramai Kritik Joget Pejabat, Ketua MPR Anggap Hal Normal
5
Pimpinan DPR Bantah Gaji Naik, tapi Dapat Berbagai Tunjangan Total hingga Rp70 Juta
6
Alokasi 44 Persen Anggaran Pendidikan untuk MBG Tuai Kritik, Disebut sebagai Kesalahan Besar Pemerintah
Terkini
Lihat Semua