Disebut Ulama Jika "Meluangkan Waktu untuk Mengajar Kitab"
NU Online · Kamis, 6 Maret 2014 | 08:31 WIB
Pati, NU Online
Peringatan 40 hari meninggalnya KH Sahal Mahfudh diadakan di berbagai daerah. Sementara di Kajen, Pati Jawa Tengah ribuan orang, Selasa (4/3) kemarin memenuhi halaman ndalem Mbah Sahal, taman dan mushola pesantren Maslakul Huda.<>
Tak hanya penduduk dan santri yang berasal dari desa sekitar Kajen, KH. Ma’ruf Amin, KH Said Aqil Siroj dan banyak ulama dan tokoh datang dari Jakarta.
Acara yang dimulai pukul 20.00 WIB dibuka oleh Kiai Muhshon, salah satu orang kepercayaan Mbah Sahal ketika mengampu pesantren Maslakul Huda. Dilanjutkan sambutan oleh dr. Sahal Fatah (Ketua Asosiasi Dokter Bedah Jantung Indonesia). Dokter inilah yang selama ini merawat Mbah Sahal.
Selain menyampaikan memoar, dokter yang dekat dengan Kiai Sahal ini menyitir perkataan beliau (Mbah Sahal-red) saat ditanya, mengapa tidak ikut ke Langitan bersama para kiai untuk mengusung Gus Dur menjadi presiden? Kiai Sahal menjawab, “NU iku ora politik”.
Usai sambutan dr. Sahal, hadir KH Abdul Qoyyum menyampaikan mauizhoh hasanah. Beliau ini keponakan Mbah Sahal yang berasal dari Lasem. Gus Qoyyum panggilan akrabnya mengawali sambutan dengan memaparkan klasifikasi orang berilmu dalam Al-Qur’an. Pertama, ulama. Kedua, Rabbaniyyun, Robbaniyyin, dan Ribbiyyun. Dan ketiga, Ahli Dzikr.
Tanda utama ulama, menurut Kiai Abdul Qoyyum, adalah hatinya selalu takut kepada Allah. Adapun tingkatan kedua diperoleh ketika ulama “tidak hanya” takut kepada Allah saja, namun ia juga mempunyai waktu khusus untuk mengkaji dan mengajarkan kitab kepada orang lain.
Dicontohkannya, Syaikh Yasin bin Isa dari Padang. Beliau adalah ulama kebanggaan Indonesia. Karena karya dan namanya telah melanglang ke penjuru dunia. Gus Qoyyum menegaskan pentingnya dua kegiatan pokok tersebut. Karena pada masa sekarang, banyak para ulama’ yang menghabiskan waktunya berkecimpung di ranah politik.
Tingkatan yang paling tinggi adalah ahl dzikr. Ahl dzikr adalah kombinasi sempurna dari orang berilmu; antara cendekia dan ahli ibadah. Menurut beliau, golongan ketiga inilah yang menjadi konsultan purna agama Islam.
Kemudian pembacaan tahlil dipimpin Habib Muhammad Al-Aidit. Sebelum memulai tahlil, Habib yang tinggal di Tayu ini menyampaikan sejarah Kajen dan Tayu pada masa lampau. “Banyak orang-orang penting di kota besar, ternyata masih bersambung dengan orang Tayu,” tuturnya.
“Muhaimin Iskandar contohnya. Beliau mewanti-wanti agar warga Indonesia tidak tercerabut dari sejarah. Karena banyak pribumi yang sukses di kota namun melalaikan perkembangan desa asalnya.”
Acara kemudian ditutup dengan do`a ikhtitam majlis yang dipimpin oleh KH. Ma’ruf Amin dan KH Said Aqil Siroj. Semoga kita semua mendapat luberan berkah dari Kiai Sahal Mahfuzh. Amin… Lahul fatihah… (Muhammad Zulfa/Anam)
Foto: Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj memimpin doa
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Refleksi Akhir Safar, Songsong Datangnya Maulid
2
Gaji dan Tunjangan yang Terlalu Besar Jadi Sorotan, Ketua DPR: Tolong Awasi Kinerja Kami
3
KPK Tetapkan Wamenaker Immanuel Ebenezer dan 10 Orang Lain sebagai Tersangka Dugaan Pemerasan Sertifikat K3
4
LF PBNU Rilis Data Hilal Jelang Rabiul Awal 1447 H
5
Prabowo Minta Proses Hukum Berjalan Sepenuhnya untuk Wamenaker yang Kena OTT KPK
6
Pemerintah Berencana Tambah Utang Rp781,9 Triliun, tapi Abaikan Efisiensi Anggaran
Terkini
Lihat Semua