Dampak Tambang Nikel di Raja Ampat: Tumbuhan dan Hewan Endemik Terancam Punah
NU Online · Kamis, 19 Juni 2025 | 15:45 WIB
Rikhul Jannah
Kontributor
Jakarta, NU Online
Institut Usba, organisasi independen yang mengusung misi pelestarian tradisi dan ekosistem lingkungan di Sorong, Papua Barat Daya, menilai aktivitas pertambangan PT Gag Nikel yang merupakan anak usaha PT Antam (BUMN) di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, memberikan dampak serius terhadap kelestarian hutan lindung.
Direktur Institut Usba Charles Adrian Michael Imbir menjelaskan, dampak dari perluasan lahan pertambangan dengn penebangan pohon secara massal adalah hewan-hewan di hutan lindung Pulau Gag, Kawei, Batang Pele, dan Manyaifun, terancam punah.
Charles menyebutkan beberapa hewan endemik yang terdampak, antara lain burung cenderawasih merah, burung cenderawasih botak, burung kehicap kofiau, burung raja ampat potohui, mengkarung emo, dan kuskus waigeo.
“Di Papua ini banyak burung-burung endemik. Saat ini ya, burung-burung itu tempat bermainnya (di hutan) sudah berkurang, hewan lainnya juga berkurang, beberapa mati, tidak bisa bertahan hidup,” ungkap Charles kepada NU Online, Rabu (18/6/2025).
Ia juga menyebutkan tumbuhan endemik yang terancam punah, antara lain palem raja ampat, kayu susu waigeo, anggrek biru, dan kantong semar.
“Papua ini banyak flora (hewan) dan fauna (tumbuhan) endemiknya. Jadi kalau ditebang pasti itu hewan berkurang, tumbuhan juga sama berkurang karena hewannya sudah tidak memiliki rumah,” ucap Ketua Dewan Adat Sub-Suku Usba itu.
Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) 2025, terdapat 874 spesies tumbuhan (9 endemik), 114 spesies herpetofauna (5 endemik), 47 spesies mamalia (1 endemik), dan 274 spesies burung (6 endemik) yang hidup di kawasan hutan lindung Raja Ampat
Selain hewan dan tumbuhan endemik, menurut Charles, tumbuhan yang menjadi bahan pokok makanan masyarakat juga ikut terancam, antara lain pohon kelapa, sagu, dan pala.
“Pohon sagu yang dihitung cukup untuk beberapa hari ke depan, itu juga jadi hilang, bukan hanya sagu tetapi bahan makanan lainnya seperti kelapa (dan) pala,” ungkapnya.
Sementara itu, masyarakat di Pulau Gag kesulitan dalam bercocok tanam karena lahan mereka menjadi terbatas.
“Ketika wilayah diambil oleh perusahaan tambang, jadi mau apa-apa jadi terbatas. Orang mencari padi terbatas, mau cari kayu untuk di masak terbatas, mau tanam-tanam makanan terbatas, mau cari pala juga terbatas,” ungkap Charles.
“Masyarakat jadi sulit untuk menanam, jadi sulit membuka peternakan, karena lahannya terbatas,” lanjutnya.
Terpopuler
1
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
2
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
3
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
4
Khutbah Jumat: Belajar dari Pohon Kurma dan Kelapa untuk Jadi Muslim Kuat dan Bermanfaat
5
Ekologi vs Ekstraksi: Beberapa Putusan Munas NU untuk Lindungi Alam
6
Khutbah Jumat: Bahaya Tamak dan Keutamaan Mensyukuri Nikmat
Terkini
Lihat Semua