Daerah

Harus Lihat Apa dan Siapa yang Mengatakan Saat Terima Informasi di Era Digital

NU Online  ·  Jumat, 22 Juli 2022 | 14:45 WIB

Bandarlampung, NU Online
Tak terbendungnya informasi yang mengalir deras di dunia maya harus diiringi dengan kewaspadaan dan kemampuan memilah serta memilihnya. Kewaspadaan ini bisa dilakukan dengan senantiasa kritis dalam menerima informasi dan tidak menerima terlebih tidak menyebarkan informasi yang belum jelas kepastiannya.

 

Oleh karena itu, di era digital saat ini, setiap informasi yang diterima harus dilihat apa dan siapa yang mengatakan atau menyampaikannya. Hal ini penting dalam rangka menghindari terpaparnya kita dari berita yang tidak valid, hoaks, atau berita-berita yang disebarkan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan dari berita tersebut.

 

Undhur mâ qâla wandur man qala. Lihat apa yang dikatakan dan juga lihat siapa yang mengatakan,” kata Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Lampung Puji Raharjo saat berbicara pada acara ‘Makin Cakap Digital 2022’ yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi RI, Jumat (22/7/2022).

 

Mekanisme dengan menelisik mâ qâla (apa isi berita/hadits) juga selaras dengan apa yang telah dilakukan oleh para ahli hadits dalam menentukan apakah sebuah hadits shahih (benar) atau dhaif (lemah/palsu). Jika ada isi hadits yang isinya bertentangan dengan isi hadits yang lain, maka para ulama akan meneliti lebih lanjut mana yang paling kuat dari dua hadits tersebut.

 

Selain memperhatikan mâ qâla (apa isi berita/hadits) tersebut, para ahli hadits juga memperhatikan man qala (asal usul dan pembawa hadits/berita). Menurutnya, para ulama selalu mempertimbangkan sanad atau silsilah orang-orang yang membawa atau meriwayatkan sebuah hadits. Jika orang yang ada dalam sanad diragukan kejujuran dan kredibilitasnya maka secara otomatis akan mempengaruhi kualitas dari hadits tersebut.

 

“Informasi juga akan lebih berkualitas disampaikan oleh orang yang memiliki kompetensi di bidangnya. Masalah agama harus disampaikan oleh ulama. Masalah politik harus disampaikan oleh politisi,” ungkapnya.

 

Dalam Islam juga telah ditegaskan pentingnya melakukan cek dan ricek dalam memilih berita sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Al-Hujurat Ayat 6 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

 

Menurut Puji, kecakapan dalam memilih informasi dan melakukan tabayun ini juga menjadi salah satu kecakapan dalam literasi khususnya literasi digital yang memang sudah diajarkan dan diperintahkan dalam agama Islam. “Firman Allah pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad pun terkait dengan literasi yakni dengan kata Iqra’ (bacalah). Ini menunjukkan bahwa literasi menjadi hal utama,” ungkapnya.

 

Membaca di sini lanjutnya, bukan hanya membaca secara tekstual, yakni mencari informasi huruf, kata, kalimat, paragraf sampai dengan teks. Membaca ini juga bermakna kontekstual, yakni membaca situasi dan kondisi lingkungan serta perkembangan zaman. Pada era digital saat ini, di mana informasi yang beredar di dunia maya sudah overload (berlebihan) perlu disikapi dengan kemampuan membaca dengan cermat dengan bekal literasi digital.

 

Pewarta: Muhammad Faizin
Editor: Aiz Luthfi