Opini

Radikalisme dan Jihad Pelajar NU

Kamis, 1 Maret 2018 | 00:00 WIB

Oleh Muhammad Syakir Niamillah Fiza

Dunia kepelajaran kita sedang diguncang dengan banyaknya kasus yang menarik pelajar ke dunia kriminal. Belum selesai kasus tawuran di berbagai daerah, kasus lain bermunculan, seperti seorang siswi yang hendak mengakhiri hidupnya dengan terjun dari jembatan layang di atas jalan tol karena tertangkap basah sedang berpacaran. Malu dengan hal itu, ia ingin bunuh diri. Beruntung ia masih selamat meski luka cukup berat. Hal itu terjadi di Cirebon.

Kasus yang paling menghebohkan seantero jagat Indonesia terjadi di Madura. Seorang siswa mengakhiri hidup gurunya dengan tangannya sendiri hanya karena tidak terima wajahnya dicoret sebab tertidur di kelas. Kasus-kasus tersebut menjadi catatan hitam dunia pelajar dan dunia pendidikan kita dewasa ini.

Belum lagi pelajar-pelajar kita yang kini banyak terkontaminasi oleh paham-paham radikal. Survei yang dirilis Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat dan Alvara yang tidak jauh berbeda, berada di kisaran 20 persen, cukup menjadi dasar gambaran dunia pendidikan kita saat ini.

Garis tugas pelajar NU

Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) pada 24 Februari lalu telah memasuki usia ke-64, sementara Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) akan berusia 63 tahun pada 2 Maret mendatang. Usia organisasi pelajar NU ini sudah cukup matang. Sebagai organisasi pelajar, mandat utama yang diberikan oleh NU kepada keduanya adalah kaderisasi. Maka tak aneh jika Ketua Umum IPNU Asep Irfan Mujahid mengatakan kaderisasi adalah nafas organisasi.

Tugas IPNU dan IPPNU adalah mengader pelajar sebagai bibit atau tunas yang bakal menjadi pionir terdepan dalam meneruskan perjuangan para ulama terdahulu dalam menebarkan Islam Ahlussunnah Wal Jamaah dan menjaga keutuhan NKRI. Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Dasar Pasal 6 ayat 2, bahwa fungsi IPNU adalah wadah kaderisasi pelajar untuk mempersiapkan kader-kader penerus Nahdlatul Ulama dan pemimpin bangsa.

Dua poin utama, agama dan bangsa, selalu menjadi titik tekan dalam pengkaderan yang dilakukan oleh IPNU dan IPPNU. Forum kaderisasi selalu dimulai dengan pembacaan ayat suci Alquran dan lantunan selawat sebagai sarana ngalap berkah. Kegiatan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, Syubbanul Wathan, dan Mars IPNU dan IPPNU. Hal itu dilakukan guna menumbuhkan jiwa kebangsaan atau nasionalisme dan sense of belonging, kepemilikan terhadap organisasi.

Materi yang disampaikan dalam forum kaderisasi juga tidak jauh dari dua tema besar tersebut. Dua hal tersebut sangat penting untuk pelajar masa kini. Islam Aswaja al-Nahdliyyah dan nasionalisme adalah perisai yang mesti dipegang oleh kedua tangan pelajar. Kedua paham tersebut berfungsi sebagai tameng dari paham yang, meminjam istilah Rais Aam KH Ma’ruf Amin, terlalu kanan fundamentalis ekstremis dan paham yang terlalu kiri, liberalis sekuler.

IPNU dan IPPNU harus bisa ekspansi ke sekolah-sekolah umum guna membagikan dua perisai tersebut ke seluruh pelajar Indonesia, tidak sebatas santri dan pelajar sekolah NU atau sekolah maarif. Hal ini sudah mulai dilakukan oleh rekan dan rekanita IPNU IPPNU Jawa Tengah. Beberapa cabang lain di wilayah lain juga sudah melakukan hal tersebut. Tetapi hal ini belum banyak.

Pada awal Maret ini, Pimpinan Wilayah (PW) IPNU IPPNU Jawa Barat melakukan gebrakan baru dengan menggandeng Kementerian Agama wilayah Jawa Barat. Mereka menggelar kegiatan bersama rekan-rekanita Madrasah Aliyah Negeri (MAN) se-Jabar. Tema yang diangkat adalah Pelajar Madrasah Berprestasi Cinta NKRI. Tentu ini menjadi awal yang baik untuk mengenalkan IPNU dan IPPNU di kalangan pelajar MAN. Selanjutnya, tentu saja mereka tidak hanya diharapkan mengenal, tetapi berjuang bersama di dalamnya.

Garis perjuangan IPNU dan IPPNU tertuang jelas dalam kedua marsnya. IPNU menggariskan, kita bina watak nusa dan bangsa ‘tuk kejayaan masa depan. Sementara itu, IPPNU menggariskan perjuangannya dengan dasar lirik mars, ilmu kucari amal kuberi untuk agama, bangsa, negeri.

Jihad pelajar NU zaman now

Jihad tidak bisa hanya diartikan dengan angkat senjata. Alwi Shihab mencatat dalam bukunya Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, ada dua kategori istilah jihad dalam Al-Qur'an, yakni jihad fi sabilillah dan jihad fillah.

Jihad pertama ini dimaksudkan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam menempuh jalan Allah, termasuk di dalamnya pengorbanan harta dan nyawa. Menteri Luar Negeri era Presiden Gus Dur tersebut mencontohkan jihad pertama ini dengan pengorbanan para pahlawan bangsa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan negara.

Adapun jihad kedua adalah usaha sungguh-sungguh untuk memperdalam aspek spiritual sehingga terjalin hubungan erat antara seseorang dengan Allah. Tindakannya berupa menundukkan sikap negatif yang bersarang dalam jiwa manusia, seperti dengki dan iri. Allah swt. berfirman dalam surat al-Hajj ayat 78.

وَجَاهِدُوْا فِي اللهِ حَقَّ ِجهَادِهِ...الاية 

Dan berjihadlah kamu sekalian demi (menegakkan agama) Allah dengan sebenar-benarnya jihad... (QS al-Haj: 78)

Imam Jalaluddin al-Mahalli dalam Tafsir Jalalain menafsirkan lafal fillahi, ay liiqamati dinihi, untuk menegakkan agama-Nya. Sementara itu, frasa haqqa jihadih ditafsirkan oleh Imam al-Mahalli dengan mengerahkan segala kemampuannya dan menegakkan kebenaran. Dalam Lakut IPNU Januari 2017 lalu, KH Said Aqil Siraj menegaskan nahnu ashabul haq, kita golongan yang benar (dalam beragama dan berbangsa).

Artinya, jika kita kontekstualisasikan dalam IPNU IPPNU, berjuang di IPNU dan IPPNU merupakan bagian dari jihad dalam rangka menegakkan agama Allah karena di dalamnya memuat perjuangan menebarkan Islam ahlussunnah wal jamaah.

Penulis jadi teringat pesan KH Hilmi Muhammad,salah satu pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, saat acara Shalawat dan Doa untuk Indonesia (21/1/2018) di Krapyak, Yogyakarta, bahwa cinta tanah air bagi pelajar dan santri diwujudkan dengan belajar dan mengaji.

Hal itu senada dengan apa yang dituliskan oleh Syaikh Zainuddin al-Malibari dalam Fath al-Muin yang dikutip oleh Abdul Karim Munthe dkk. dalam Meluruskan Hadis Kaum Jihadis, bahwa jihad tidak mesti angkat senjata atau perang. Tetapi mengajarkan ilmu agama dan menyelesaikan permasalahan masyarakat juga termasuk bagian dari jihad.

Oleh karena itu, jihad IPNU IPPNU saat ini bagaimana bisa membagikan dua perisai pelajar yang telah disebutkan di atas ke dunia pelajar yang lebih luas. Tidak hanya terbatas dinding pesantren dan sekolah NU saja. Hal tersebut guna membentengi para pelajar Indonesia dari ganasnya radikalisme dan degradasi moral yang masih menjangkiti mereka.

Tentu IPNU dan IPPNU tidak bisa sendirian begitu saja dalam melakukan hal tersebut. Lembaga terkait, seperti Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, juga harus bahu membahu mewujudkan cita bersama, yakni terbebasnya pelajar dari belenggu radikalisme dan degradasi serta dekadensi moral. Kementerian Agama sudah menyambut baik ikhtiar pelajar NU Jawa Barat. Kita menunggu ikhtiar pelajar NU di wilayah lain dan kementerian lainnya.

Penulis adalah Ketua Pimpinan Komisariat IPNU MANU Putra Buntet Pesantren 2011-2012.


Terkait