Pengamat Sebut Polisi Tebang Pilih Tilang Truk ODOL, Pemerintah Abaikan Kesejahteraan Sopir
Rabu, 9 Juli 2025 | 15:30 WIB

Seorang sopir truk bersama jajaran truk besar saat menggelar aksi nasional di Jakarta, pada 2 Juli 2025. (Foto: NU Online/Suwitno)
Jakarta, NU Online
Polemik kebijakan zero Over Dimension Over Loading (ODOL) terus bergulir di kalangan sopir angkutan logistik nasional. Puncaknya, aksi unjuk rasa digelar di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, pada Rabu (2/7/2025).
Menanggapi hal tersebut, pengamat transportasi Djoko Setijowarno menyoroti praktik tebang pilih dalam penegakan aturan ODOL oleh aparat kepolisian. Ia menilai ada kendaraan tertentu yang seolah kebal hukum karena memiliki dukungan.
"Saya justru mendukung kebijakan (zero) ODOL, dengan catatan penegakan hukumnya tidak tebang pilih. Terus terang, ada kendaraan tertentu yang kebal tilang karena dibekingi oleh oknum berpangkat tinggi. Polisi di lapangan sering takut menindak, apalagi jika hanya petugas biasa berhadapan dengan kroco-kroco berpengaruh," katanya saat dihubungi NU Online pada Rabu (9/7/2025).
Djoko menyebut contoh truk trailer yang seharusnya hanya mengangkut peti kemas, tapi justru digunakan untuk mengangkut semen dan barang lainnya yang dilarang, tapi dibiarkan begitu saja.
Ia menyatakan bahwa kebijakan zero ODOL sangat dibutuhkan oleh para sopir, tapi harus dibarengi dengan perbaikan dari pemerintah, yakni penegakan hukum yang adil, peningkatan standar upah, keamanan sopir, dan peningkatan sumber daya manusia (SDM) sektor transportasi.
“Saya sudah lama mengusulkan soal pentingnya standar upah bagi pengemudi. Tanpa itu, daya tawar mereka rendah dan rawan dieksploitasi. Jangan sampai hal ini terus diabaikan,” kata Pengajar Teknik Sipil di Universitas Katolik Soegijapranata.
Menurut Djoko, pengupahan pengemudi harus melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan dan mempertimbangkan berbagai variabel yaitu jarak tempuh dan jenis komoditas yang diangkut.
“Misalnya kalau jarak jauh dihitung per kilometer bisa jadi malah rugi. Atau angkutan komoditas tertentu memiliki kebutuhan khusus. Ini harus jadi pertimbangan,” jelasnya.
Djoko mengingatkan, peran supir truk sangat vital dalam rantai pasok pangan nasional. Ia menyesalkan para supir truk belum pernah mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
“Pernah nggak supir truk diundang ke istana dan dikasih sembako saat lebaran? Nggak pernah. Padahal tanpa supir truk, rakyat Indonesia tidak bisa makan. Ojol tidak bisa angkut beras dari Karawang ke Jakarta, atau cabai dari Banyuwangi ke pasar,” jelasnya.
Pemerhati transportasi Muhammad Akbar juga mengkritik pola penanganan pelanggaran truk ODOL yang dinilai reaktif dan inkonsisten. Menurutnya, pemerintah perlu menghentikan pendekatan situasional yang hanya aktif saat isu ramai diberitakan media.
"Pola seperti ini hanya menumbuhkan kelelahan publik dan memperkuat kesan bahwa hukum hanya berlaku situasional. Kini saatnya pemerintah tampil dengan arah kebijakan yang jelas, data yang terbuka dan akurat, serta dijalankan secara konsisten," katanya melalui keterangan yang diterima NU Online pada Rabu (9/7/2025).
Akbar menegaskan bahwa penertiban truk ODOL tidak cukup hanya dilihat sebagai urusan teknis di lapangan. Ia menilai, penanganan truk ODOL harus menjadi bagian dari agenda besar pembenahan sistem logistik nasional.
"Reformasi sistem logistik memang berat, tapi terus membiarkan ODOL sama saja menunda masalah yang justru semakin mahal di kemudian hari," pungkasnya.