Nasional

MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN, Perusahaan Swasta, dan Organisasi yang Dibiayai Negara

Jumat, 18 Juli 2025 | 14:00 WIB

MK Larang Wamen Rangkap Jabatan di BUMN, Perusahaan Swasta, dan Organisasi yang Dibiayai Negara

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Mahkamah Konstitusi (MK) melarang Wakil Menteri (Wamen) merangkap jabatan menjadi seorang komisaris ataupun direksi di sebuah perusahaan Badan Usaha Milik Rakyat (BUMN), perusahaan swasta, serta organisasi yang dibiayai APBN maupun APBD. Putusan itu tertulis di dalam Nomor 21/PUU-XXIII/2025.


"Berdasarkan Pasal 23 UU 39/2008, seorang menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, komisaris, atau direksi pada perusahaan negara, atau perusahaan swasta, atau pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD," tulis putusan MK dikutip NU Online pada Jumat (18/7/2025).


"Dengan adanya penegasan Putusan MK sebagaimana dikemukakan di atas, maka terang bahwa wakil menteri juga dilarang merangkap jabatan lain sebagaimana disebutkan dalam Pasal 23 UU 39/2008. Bahwa dijatuhkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUUXVII/2019 tersebut seharusnya dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah," tulis poin 8 dan 9 tentang kedudukan hukum.


Putusan yang dimohonkan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Law & Democracy Studies (ILDES) Juhaidy Rizaldy Roringkon itu juga menjelaskan bahwa secara eksplisit kedudukan wakil menteri itu sama dengan posisi menteri, mulai dari persyaratan dan kriteria sampai dengan larangannya
 

"Sebab, posisi wakil menteri bisa saja menggantikan menteri apabila menteri berhalangan, sehingga tidak ada perbedaan terkait dari persyaratan maupun larangannya pada saat menjabat," jelas MK


Selain itu, MK menilai keliru atas pandangan pemerintah terhadap pertimbangan hukum Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 hanya bersifat saran dan tidak memiliki kekuatan mengikat.


"Pertimbangan hukum dalam putusan MK itu bersifat mengikat karena pertimbangan hukum dalam putusan juga merupakan bagian dari putusan, sebab semua bagian yang ada dalam putusan tersebut merupakan satu kesatuan. Sehingga, jelas bahwa sejak putusan dibacakan maka putusan tersebut bersifat mengikat dan harus dilaksanakan sesuai dengan yang tertulis dalam putusan tersebut," tegas MK.


Diketahui, sebanyak 30 dari 55 Wakil Menteri (Wamen) Kabinet Merah Putih era Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah merangkap jabatan sebagai komisaris di berbagai perusahaan di bawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usaha lainnya.


Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Adi Prayitno menyebutkan bahwa jabatan sebagai pejabat publik merupakan pekerjaan utama, bukan sampingan. Ia meminta agar pemerintah dapat memperketat regulasi menjadi pejabat publik agar tidak ada lagi istilah rangkap jabatan.


"Ke depan, mesti ada regulasi khusus terkait aturan rangkap jabatan. Ini sejak lama soal rangkap jabatan jadi polemik. Supaya pejabat itu fokus ke tugas utamanya sebagai pejabat publik. Karena mengabdi pada negara itu bukan sebatas sampingan, tapi yang utama, karenanya butuh fokus," katanya saat dihubungi NU Online pada Rabu (16/7/2025).


Sampai saat ini pemerintah belum mencabut status 30 Wamen yang merangkap jabatan meski sudah melanggar putusan MK.