Nasional

Data Nasional: Tanah Wakaf Masjid, Madrasah, dan Pesantren yang Bersertifikat Baru 38 Persen

Selasa, 29 Juli 2025 | 21:00 WIB

Data Nasional: Tanah Wakaf Masjid, Madrasah, dan Pesantren yang Bersertifikat Baru 38 Persen

Gambar ini hanya sebagai ilustrasi berita. (Foto: freepik)

Bandarlampung, NU Online

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Indonesia (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan data bahwa secara nasional hanya 38 persen status tanah wakaf masjid, mushala, madrasah, pesantren yang memiliki sertifikat.


Ia membeberkan data bahwa total tanah wakaf nasional berjumlah 761.909 bidang. Dari jumlah tersebut, baru 272.237 bidang yang sudah bersertifikat.


“Jadi nasional ini, masjid, mushala, madrasah, pondok pesantren yang baru ada sertifikatnya, baru 38 persen. Jadi rata-rata belum ada hak atas tanahnya. Tapi sudah berdiri bangunannya,” kata Nusron saat kunjungan kerja ke Provinsi Lampung, Selasa (29/7/2025).


Terkait dengan kondisi ini sebenarnya Satpol PP dan Ditjen Tata Ruang bisa saja menegur atau menggusur bangunan tersebut. Tapi karena ini merupakan tempat ibadah, maka tidak mungkin dilakukan begitu saja karena bisa menimbulkan konflik.


“Tapi sekali lagi ini tidak baik. Karena tempat ibadah yang dikelola pemuka agama harusnya menjadi contoh buat masyarakat yang lain,” ungkapnya dalam pertemuan kunjungan kerja yang dipusatkan di Komplek Pemprov Lampung itu. 


Di Provinsi Lampung, ungkapnya, dari 31.294 rumah ibadah, yang bersertifikat baik wakaf maupun HGB, baru di angka 6.732 lokasi atau 21,51 persen.


“Masih jauh,” tegasnya.


Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk bahu membahu untuk menyelesaikan permasalahan ini. Pihaknya memiliki target 3 tahun ini dapat menyelesaikan permasalahan tanah wakaf ini. Setiap tahun, minimal harus bisa menyelesaikan 8.000 bidang sertifikat.


“Saya minta target Kanwil dinaikkan. Kami tidak mau tahu bagaimana caranya, setiap tahun target minimal 8.000 bidang harus tercapai,” tegasnya.

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid saat melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Lampung, Selasa (29/7/2025). (Foto: NU Online/Faizin) 


Jangan banyak seremonial

Untuk menyelesaikan ini, Nusron mengingatkan kepada jajarannya untuk melakukan komitmen ini dengan maksimal.


"Jangan kebanyakan seremoni. Habis ini, yang paling penting adalah output dan hasilnya. Hasilnya apa? Sertifikasi wakaf di Lampung selesai,” tegasnya dalam pertemuan yang dihadiri oleh pimpinan NU dan Muhammadiyah se-Provinsi Lampung ini.
 

Ia menyebut salah satu paradigma dalam administrasi pertanahan modern atau land modern administrative paradigm. Salah satunya, land tenure yakni kepastian hak atas tanah dalam bentuk sertifikasi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi konflik atas kepemilikan tanah di kemudian hari.



“Karena rezim pertanahan di Indonesia ini, menggunakan rezim penguasaan fisik, bukan kepemilikan,” ungkapnya pada pertemuan yang dihadiri Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung ini.


Jadi, karena menggunakan rezim penguasaan fisik, bukan kepemilikan, maka terjadi rumus dan hukum kuat-kuatan sehingga bisa saja terjadi yang sudah lebih dari 20 tahun menduduki bisa mengklaim memiliki.


“Jadi sertifikasi, baik untuk hak milik maupun wakaf, menjadi necessary condition. Sangat penting dan mutlak untuk menghindari konflik di kemudian hari. Terlebih lagi, tanah wakaf,” tegasnya.


Gandeng pihak terkait

Kemudian untuk melakukan akselerasi target yang sudah dicanangkan ia meminta jajarannya, khususnya Kanwil ATR/BPN di provinsi dan kabupaten untuk menggandeng mitra strategis di antaranya Kementerian Agama dan ormas keagamaan seperti MUI, NU, dan Muhammadiyah.


“Oleh karena, kami minta kepada Kakanwil, perintahkan kepada Kantah-Kantah (BPN kabupaten) untuk aktif. Kalau perlu leasing, tiap Jumat setelah salat Jumat, keliling kampung, tanya: Nadzirnya mana? Sudah diwakafkan belum? Sudah bersertifikat belum?” katanya.


Ia juga meminta kepada para pemuka agama dan tokoh Masyarakat untuk ikut mengawal program ini agar tanah wakaf dan aset umat tidak tergadai, apalagi sampai memicu konflik di masa depan.


Prinsip yang harus dipegang dalam menyelesaikan masalah ini menurutnya adalah prinsip hukum Litis Finiri Oportet yakni setiap masalah harus ada akhirnya. Masalah wakaf ini menurutnya tak akan selesai kalau tidak disertifikasi.