Semarang, NU Online
Selama ini, radikalisme agama menjadi tantangan serius bagi hubungan antara Islam dan konsep kebangsaan. Apalagi, radikalisme ini diikuti dengan kekerasan dan usaha untuk menumbangkan NKRI berganti dengan konsep khilafah.<>
Untuk merespon ini, Rabithah Ma’ahid Islamiyyah (RMI) Nahdlatul Ulama Jawa Tengah mengadakan ngaji ilmiah, dengan tema ‘mengkaji tentang ayat-ayat Qital’, Rabu (8/4) di Kantor RMINU Jateng, Semarang.
Agenda ini, menghadirkan narasumber KH Ubaidillah Shodaqoh (Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah) dan Dr KH Abdul Ghofur Maimun (Pengasuh Pesantren al-Anwar Sarang). Selain itu, hadir pula Ketua RMI NU Jateng, KH Abdul Ghoffar Rozien, M.Ed dan jajaran pengurus RMI.
Dalam sambutannya, Rozien mengungkapkan, bahwa sudah saatnya warga nahdliyyin bergerak untuk menangkis radikalisme agama, dengan cara-cara yang ala NU. Sudah saatnya, lanjutnya, kita kembali lagi pada turats, pada teks-teks ideologis yang menjadi benteng ahlussunnah wal-jama’ah, yang diwariskan oleh ulama-ulama dan kemudian menjadi penyambung sanad keilmuan NU.
“Inilah karakter Islam Nusantara. Dengan mengaji kembali, kita akan mendapatkan ikatan pengetahuan, dalil dan argumentasi yang cerdas. Selain itu, juga harus ada langkah-langkah kongkret dari pelbagai bidang yang integratif untuk mengatasi radikalisme,” terang Gus Rozien.
Senada Gus Rozien, KH Ubaidillah Shodaqoh menegaskan, bahwa kita harus arif dalam memahami ayat-ayat qital, yang menerangkan tentang jihad dan peperangan. “Kita harus memahami secara menyeluruh, dari dalil-dalil ayat al-Qur’an yang mengisahkan tentang peperangan. Harus memahami secara komprehensif dari asbabul wurudnya. Ini penting, agar kita tidak terjebak pada perang fisik semata,” terang Kiai Ubaid.
Kemudian, Kiai Ubaid juga menginginkan agar warga nahdliyyin menerapkan pola kaderisasi yang sistematis dengan membuat lingkaran koordinasi. “Kita sudah mulai menyiapkan kader-kader yang akan menjadi pengawal NU dan NKRI. Kader ini, akan mampu berkoordinasi dalam waktu singkat, untuk menyiapkan massa dan menyebarkan informasi,” terang Kiai Ubaid.
Sementara itu, Gus Ghofur Maimun mengisahkan tentang makna kafir dan takfir. Menurut Gus Ghofur, konsep fiqih yang menegaskan tentang takfir harus dibedakan dari konteks dan makna sosialnya.
“Apa yang ada di Timur Tengah dengan pemimpin-pemimpin muslimnya, semisal Usama bin Laden dan tokoh-tokoh lain, tidak bisa disamakan dengan Indonesia. Maka kita harus jeli, dengan apa yang terjadi di Timur Tengah dan Indonesia,” terang Gus Ghofur. (Aziz/Fathoni)