Tayangan infotainment (informasi hiburan) masih dipersoalkan meski Nahdlatul Ulama (NU) pernah mengingatkan melalui fatwa haram menonton tayangan tersebut pada 2006 silam. Setiap hari, masyarakat selalu disuguhi tayangan yang lebih banyak mengumbar gosip dan membicarakan keburukan orang lain itu.
Demikian wacana yang mengemuka pada salah satu sesi diskusi dalam sarasehan bertajuk “Menakar Plus Minus Media Massa” di Gedung Pengurus Besar NU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Rabu (5/12).<>
Hadir sejumlah narasumber dalam acara yang diselenggarakan PBNU itu, antara lain, Ketua PBNU KH Said Aqil Siroj, anggota Dewan Pers Bambang Hary Murti, Staf Ahli Menkominfo Bidang Media Massa Henry Subiakto, Kepala Pemberitaan Media Indonesia Saun Hutabarat, Ketua Yayasan SET Agus Sudibyo dan Sutradara film ‘Denias’ Jon De Rantau.
Kang Said—panggilan akrab KH Said Aqil Siroj—mengaku prihatin dengan masih maraknya tayangan infotainment. Menurutnya, tayangan hiburan yang paling banyak disukai kalangan ibu-ibu dan kaum remaja itu semakin banyak dan seakan tak terkendali.
“Kalau (infotainment) isinya success story (kisah sukses selebriti), saya setuju. Missal, artis punya yayasan yatim piatu, pergi haji atau umrah, dan lain-lain, nggak masalah. Tapi, ini kan nggak. Isinya perselingkuhan artis. Sampai satpam dan pembantu (di rumah sang artis) ditanya,” ujar Kang Said.
Ia tak mempersalahkan bila kalangan pers menginginkan adanya kebebasan seperti yang telah terjadi saat ini. Namun, tambahnya, kebebasan itu haruslah bertanggung jawab. Pers yang bebas haruslah tetap mengedepankan aspek pendidikan kepada masyarakat.
Kang Said menilai, kebebasan pers di negeri ini sudah berlebihan sehingga jauh untuk dikatakan kebebasan yang bertanggung jawab. “Tidak ada kebebasan pers sebebas di Indonesia. (pers) di Malaysia, Singapura, apalagi di negara-negara Timur Tengah, jauh lebih ketat dari pada di Indonesia,” ungkapnya.
Senada dengan Kang Said, Henry mengatakan, seluruh stasiun televisi nasional memiliki program acara infotainment. Tayangan tersebut hadir menyapa pemirsanya dari pagi hingga malam.
“Kalau ditotal, tayangan infotainment bisa mencapai 15 jam per harinya. Waktu kita habis di depan televisi. Dan, semuanya habis untuk menonton tayangan infotainment,” kata Ketua Program Pascasarjana Studi Media dan Komunikasi, Universitas Airlangga, Surabaya, itu.
Agak berbeda dengan keduanya, Jon mengungkapkan kegelisahannya pada maraknya sinetron bernuansa agama Islam yang dibumbui mistik. Sebagai sutradara, ia mengaku prihatin atas tayangan tersebut karena terlalu berlebihan. Pesan-pesan moral dan agama yang disampaikan lewat sinetron itu banyak bertentangan dengan ajaran agama sendiri.
“Parahnya, ada sinetron yang digarap oleh sutradara yang bukan muslim, pemainnya bukan muslim, penulis skenarionya juga bukan orang Islam. Kalau pun ada, mereka tidak banyak tahu dan tidak mengerti tentang Islam,” paparnya. (rif)
Terpopuler
1
Rais Aam PBNU dan Sejumlah Kiai Terima Penghargaan dari Presiden Prabowo
2
DPR Ketok Palu, BP Haji Kini Sah Jadi Kementerian
3
Penerapan Sumpah dan Bukti di Pengadilan Islam: Studi Qasamah dalam Kasus Pembunuhan
4
Wajib Selektif! Ini Tips Islam Memilih Calon Pasangan Hidup yang Tepat dan Berkah
5
DPR-Pemerintah Sepakati RUU Haji dan Umrah Dibawa ke Paripurna untuk Disahkan
6
Gus Faiz Sampaikan Cara Rayakan Bulan Lahir Nabi Muhammad
Terkini
Lihat Semua