Opini

Liverpool Belajar dari Al-Hasyr 18

NU Online  ·  Sabtu, 1 Juni 2019 | 22:15 WIB

Wal tandhur nafsun maa qaddamat lighad

Keunggulan seringkali membuat orang jumawa. Tak tahu, bahwa kejumawaan itu kerap kali mengantarkannya ke jurang bernama nelangsa. Hal ini yang masih membayang di benak klub sepakbola Barcelona.

Pasalnya, dua tahun berturut-turut ia terjungkal di Liga Champions Eropa (LCE) karena faktor yang sama, comeback lawannya. Di tahun 2018, klub asal Cataluna itu menang tiga gol pada leg pertamanya melawan AS Roma di Camp Nou dengan skor 4-1.

Namun, Alisson Becker yang kini bertugas menjaga gawang Liverpool itu tak tinggal diam di leg kedua. Di kandangnya, kiper asal Brazil itu tak mampu ditembus oleh barisan penyerang Barca. Messi dan Suarez  seolah mati kutu ketika itu. Sementara Dzeko di barisan terdepan berhasil merangsekkan bola ke gawang Marc Andre ter Stegen bersama De Rossi dan Manolas sebagai tebusan atas gol bunuh diri yang keduanya lakukan di Camp Nou.

Laga perempat final itu memaksa Suarez CS angkat koper dari Olimpico. Mereka tidak dapat meneruskan perjalanan sampai Stadion NSC Olimpiysciy, Kiev, Ukraina, tempat berlangsungnya laga final Liga Champions Eropa 2018.

Hal serupa terjadi lagi di semi final LCE 2019. Blaugrana terpaksa tak bisa mampir ke kandang musuh bebuyutannya, Atletico Madrid untuk bertanding pada partai puncak LCE 2019. Klub yang dimentori oleh Ernesto Valverde itu menyia-nyiakan kemenangan 3-0 yang diraihnya saat bermain di kandangnya pada leg pertama, Kamis (2/5).

Tiga gol yang dikemas apik oleh dua bomber andalannya itu, Suarez dan Messi, tak berarti apa-apa setelah sepak pojok Arnold di menit 79 mengarah tepat di kaki Origi yang dengan tanpa pengawalan melesakkan bola ke pojok kanan gawang yang dikawal kiper asal Jerman itu.

Sebelumnya di menit 7 Origi juga melesakkan gol cepatnya memanfaatkan muntahan Stegen dari tendangan Henderson. Di babak kedua, Liverpool semakin trengginas. Kehadiran Wijnaldum menggantikan Robertson menambah daya gedor The Reds. Benar saja di menit 54 dan 56, gelandang asal Negeri Kincir Angin itu mencatatkan namanya di papan skor.

Meski tanpa trio Firmansah (Firmino, Mane, Salah) yang lengkap, Liverpool membuktikan kelasnya. Anfield masih angker bagi lawan-lawannya. Salah sendiri hadir di stadion dengan mengenakan kaos bertuliskan Never Give Up, tidak pernah menyerah. Hal tersebut terbukti dengan lesakan empat gol tanpa balas yang memupuskan harapan Messi dan kawan-kawan untuk mengawinkan tropi La Liga dengan LCE.

Di sinilah pentingnya kita belajar dari masa lalu. Allah swt. mengingatkan kita dalam Al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18, "... dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah ia perbuat untuk esok..."

Al-imam al-Hafidz Abil Fida Muhammad bin Ismail bin Katsir al-Dimasyqi dalam kitabnya Tafsir Al-Qur'an al-'Adhim menyatakan bahwa maksud penggalan ayat tersebut adalah perlu instrospeksi diri sebelum hisab itu berlangsung.

Kekalahan dari Roma pada tahun lalu mestinya menjadi pelajaran berharga bagi squad Catalan. Barcelona seakan tak belajar banyak dari masa lalunya. Ia mengulangi kesalahan yang sama. Hal tersebut tidak terjadi pada Liverpool.  Di partai final, Salah kembali menunjukkan tajinya. Melalui titik putih, Salah berhasil mencetak gol di menit kedua. Gol Salah dilengkapi oleh Divock Origi di menit 87.

Di samping itu, lini pertahanan yang menjadi kekurangan The Reds langsung ditutup oleh Juergen Klopp dengan menghadirkan Alisson Becker dari AS Roma. Harga penjaga gawang termahal berani dibayar oleh pelatih asal Jerman itu. Kiper asal Brazil itu pun menunjukkan dirinya memang pantas dibayar dengan harga tertinggi. Pemain bernomor punggung 13 itu berhasil menghadang bola menggelinding ke gawangnya. Selamat untuk Liverpool! (Syakir NF/Aryudi AR).