PBNU Imbau Masyarakat Saling Menghormati Perbedaan Awal Ramadhan 1443 H
NU Online · Sabtu, 2 April 2022 | 16:34 WIB
Alhafiz Kurniawan
Penulis
Jakarta, NU Online
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang keagamaan KH Zulfa Mustofa mengimbau masyarakat untuk saling menghormati di tengah perbedaan penetapan awal Ramadhan 1443 H. Kiai Zulfa mengatakan, perbedaan perihal penetapan awal bulan Hijriah, terutama awal Ramadhan dan Syawal sudah terjadi sejak lama.
Kiai Zulfa mengajak masyarakat untuk menghargai pandangan satu sama lain perihal perbedaan awal Ramadhan 1443 H di mana sebagian masyarakat menetapkan awal Ramadhan 1443 H jatuh pada Sabtu, 2 April 2022. Sedangkan NU menetapkan awal Ramadhan jatuh pada Ahad, 3 April 2022.
“Kepada Muhammadiyah yang murni menggunakan metode hisab atau wujudul hilal saja kita sangat menghormati, apalagi perbedaan ketinggian derajat dengan sesama pengguna metode rukyatul hilal,” kata Kiai Zulfa.
Kiai Zulfa pun menjelaskan metode yang digunakan NU terkait penetapan awal bulan hijriah. NU, kata Kiai Zulfa, menggunakan kriteria imkan rukyah sesuai surat keputusan Lembaga Falakiyah PBNU didasarkan pada putusan organisasi melalui forum muktamar.
Ketinggian hilal minimal 3 derajat merupakan persoalan falakiyah, bukan fiqhiyyah, sehingga PBNU menyerahkan kepada LF PBNU sebagai lembaga yang otoritatif di bidang itu.
“Angka 3 derajat diambil dari jumhur ahli falak meski ada ahli falak yang menyebut 2 derajat. Secara organisatoris putusan LF PBNU mengikat,” kata Kiai Zulfa.
Sementara Wakil Rais 'Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir mengatakan, awal dan akhir Ramadhan idealnya disepakati oleh umat Islam secara umum di Indonesia. Namun, perbedaan metode dan kriteria operasional metode yang digunakan sering kali membawa hasil berbeda terkait awal dan akhir Ramadhan.
Kiai Afifuddin juga mengimbau masyarakat untuk saling menghormati perbedaan termasuk perbedaan awal Ramadhan 1443 H. Ia memandang perbedaan awal dan akhir Ramadhan ini sebagai bagian dari kekayaan keragaman pandangan baik secara keagamaan maupun secara kebangsaan.
“Saya melihat bahwa kebersamaan umat Islam dalam memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan merupakan sebuah idaman. Tapi apa yang diidamkan tidak terjadi di negara yang berdasarkan Pancasila ini,” kata Kiai Afifuddin Muhajir.
Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Muhammad Faizin
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Refleksi Akhir Safar, Songsong Datangnya Maulid
2
Gaji dan Tunjangan yang Terlalu Besar Jadi Sorotan, Ketua DPR: Tolong Awasi Kinerja Kami
3
KPK Tetapkan Wamenaker Immanuel Ebenezer dan 10 Orang Lain sebagai Tersangka Dugaan Pemerasan Sertifikat K3
4
LF PBNU Rilis Data Hilal Jelang Rabiul Awal 1447 H
5
Prabowo Minta Proses Hukum Berjalan Sepenuhnya untuk Wamenaker yang Kena OTT KPK
6
Pemerintah Berencana Tambah Utang Rp781,9 Triliun, tapi Abaikan Efisiensi Anggaran
Terkini
Lihat Semua