Nasional

Ketua PBNU: Bayar Pajak Bernilai Ibadah, Tapi Korupsi Bikin Rakyat Sakit Hati

NU Online  ·  Jumat, 15 Agustus 2025 | 08:30 WIB

Ketua PBNU: Bayar Pajak Bernilai Ibadah, Tapi Korupsi Bikin Rakyat Sakit Hati

Ketua PBNU Alissa Wahid saat ditemui NU Online di Galeri Nasional, pada Kamis (14/8/2025). (Foto: NU Online/Suci)

Jakarta, NU Online

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Kesejahteraan Rakyat Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyamakan kewajiban membayar pajak dengan zakat dan wakaf.


Menurut Alissa, ketiganya memiliki nilai ibadah karena bertujuan membangun kemaslahatan bersama. Namun, persoalan muncul pada pengelolaan pajak di Indonesia.


"Masalahnya, rakyat sudah bayar pajak tapi kesejahteraannya tidak dirasakan. Yang terlihat justru pejabat foya-foya, korupsi, dan membuat kebijakan," kata Alissa saat ditemui NU Online di Galeri Nasional, Jakarta, Kamis (15/8/2025).


Ia menilai, jika masyarakat merasakan manfaat pajak, tidak akan ada keraguan untuk membayarnya.


"Kita tahu kok masyarakat Indonesia mau urunan (iuran) dana sehat, kegiatan 17-an, jumputan di desa, mereka mau karena untuk kemaslahatan bersama," tuturnya.


Alissa mencontohkan penggunaan pajak rakyat untuk fasilitas dan kegiatan pejabat yang tidak relevan membuat rakyat berpikir ulang.


"Rapat pembahasan UU TNI di hotel-hotel itu dari pajak rakyat. Gimana tidak sakit hati?" katanya.


"Misalnya kemarin yang ramai gaji komisaris BUMN, coba tanya komisaris perusahaan multinasional di Indonesia apakah gajinya sebesar itu. Kan enggak," imbuhnya


Ia menegaskan, pajak adalah iuran warga negara yang seharusnya kembali untuk kesejahteraan rakyat, bukan menjadi upeti yang bisa digunakan sesuka hati oleh pejabat.


"Yang bikin nyesek itu melihat pejabat dan wakil rakyat malah berebut kekuasan, menikmati privilese," kata Alissa.


Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyamakan kewajiban membayar pajak sama seperti menunaikan zakat dan wakaf. Pasalnya, ketiganya memiliki tujuan yang sama, yakni menyalurkan sebagian harta kepada pihak yang membutuhkan.


"Pada dasarnya mereka yang mampu harus menggunakan kemampuannya karena di dalam setiap rezeki dan harta yang kamu dapatkan ada hak orang lain," ujar Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah Refleksi Kemerdekaan RI 2025, Rabu (13/8/2025).


Sri Mulyani menjelaskan dalam konteks kebijakan fiskal, pajak yang dibayarkan oleh masyarakat kembali ke masyarakat dalam berbagai bentuk. Seperti program perlindungan sosial, hingga subsidi yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat. Terutama kelompok berpendapatan rendah.


"Caranya hak orang lain itu diberikan ada yang melalui zakat, ada yang melalui wakaf, ada yang melalui pajak. Dan pajak itu kembali kepada yang membutuhkan. Kami sampaikan 10 juta keluarga tidak mampu diberikan program keluarga harapan. Bahkan diberikan tambahan sembako untuk 18 juta keluarga," imbuhnya.