Warta

Haul Ke-111 Kiai Soleh Darat

Ahad, 11 September 2011 | 00:35 WIB

Semarang, NU Online

Dalam kitab Al-Hikam yang ditulisnya, Muhammad Shalih ibn Umar as-Samarani atau masyhur disebut Kiai Soleh Darat memaparkan, salah satu tanda kewalian seseorang secara lahiriah adalah banyaknya umat yang berziarah ke makamnya jika telah meninggal dunia. Adapun secara batiniah, seseorang itu mampu menjadi wasilah (perantara) doa umat kepada Allah SWT. <>

Kini, lebih dari seratus tahun setelah wafatnya, dua tengara itu justru melekat padanya. Setiap 10 Syawal, ribuan orang mengunjungi makamnya yang terdapat di kompleks Taman Pemakaman Umum (TPU) Bergota Semarang. 

Hampir seluruhnya meyakini, ulama besar itu sebagai wasilah (perantara doa kepada Allah). Ribuan umat dari berbagai Daerah Jawa Tengah, Jatim dan Jabar yang menghadiri haul (peringatan kematian) Kiai Soleh Darat, Sabtu (10/9) menjadi penanda kebesaran namanya.

Makam beliau di TPU Bergota Semarang, serasa tak penah lengang dari peziarah. Ada saja kegiatannya, membaca Qur’an, sholawatan serta berdzikir. Gema puji-pujian itu seolah merayapi setiap sudut ruangan makam bercat putih dan berpagar hijau yang terawat rapi dan bersih. 

Baru-baru ini, digelar haulnya yang ke-111. Acar diorganisir oleh Jamaah Pengajian Ahad Pagi (JPAP) yang dipimpin pengasuh Ponpes Darul Furqon Wot Prau, Seamarang, KH Muhammad Muin. 

Mbah Muin menuturkan, JPAP didirikan murid Kiai Soleh Darat, Kiai Abdul Hamid Kendal pada tahun 1939. Sepeningggal beliau, estafet dilanjutkan putranya, Kiai Ahmad. 

Seorang pengunjung haul, Kiai Ahmad Chozin bin Abdul Rosyid asal Polaman, Mijen, Semarang mengatakan,  setiap tahun dia membawa rombongan santri dan para tetangganya untuk menghadiri haul Kiai Soleh Darat. Chozin mengaku sangat mengagumi kitab-kitab karya Kiai Soleh Darat. Sehingga dia belajar dan mengajarkan kitab-kitab tersebut di pesantrennya.  

Diantaranya Kitab Majmu’ah al-Syariah, Al Kafiyah li al-’Awwam (Buku Kumpulan Syariat yang Pantas bagi Orang Awam), dan kitab Munjiyat (Buku tentang Penyelamat) yang merupakan saduran dari buku Ihya’ ‘Ulum ad-Din karya Al Ghazali.

”Saya sangat kagum dengan kitab-kitab karangan beliau. Sehingga saya pelajari dan saya ajarkan di pondok saya. Itulah sebabnya saya setiap tahun menghadiri haul beliau,” ujar Pengasuh Ponpes Nurul Huda ini usai tahlilan di lokasi makam.  

Kitab-kitab lain karya Kiai Soleh Darat adalah Al Hikam (Buku tentang Hikmah), Kitab Latho’if al-Toharoh (Buku tentang Rahasia Bersuci), Kitab Manasik al-Hajj, Kitab Pasalatan, Tarjamah Sabil al-’Abid ‘ala Jauharoh al-Tauhid, Mursyid al Wajiz, Minhaj al-Atqiya’, kitab hadis al-Mi’raj, dan Kitab Asrar as-Sholah. 

Seorang pengunjung lain, Mahmud asal Brangsong Kendal mengatakan, Kiai Soleh Darat sangat menarik disimak sejarah hidupnya.”Membaca kisah ulama dan waliyullah seperti Mbah Soleh Darat sungguh membuat hati tergugah untuk belajar dari beliau, tentang kiprah dan karya-karyanya,” tuturnya. 

Demikianlah jika seseorang pernah berjasa besar dalam kehidupan. Ia membawa manfaat selamanya. Abadi nan baka. Sebagaimana difirmankan Allah, bahwa kekasihnya (waliyullah) adalah orang yang syahid, meski jisimmnya telah wafat, dia tetap hidup di sisi Tuhannya dan membawa berkah bagi umat manusia.  

 

 

Redaktur    : Syaifullah Amin

Kontributor : Achmad Ichwan


Terkait