Gus Yahya Jelaskan Konsep Kesalehan Universal sebagai Bekal Kehidupan Maslahat
Jumat, 23 Mei 2025 | 20:32 WIB
Jakarta, NU Online
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) menjelaskan konsep kesalehan universal atau sesuatu yang berlaku umum sebagai bekal kehidupan yang maslahat.
Gus Yahya memaknai kesalehan sebagai kepantasan. Ia kemudian menjelaskan Surat An-Nahl ayat 97 tentang orang yang saleh dalam keadaan beriman sehingga akan mendapatkan kehidupan yang baik.
"Nanti di akhirat akan diberikan pahala yang jauh, jauh lebih baik daripada nilai amalnya pada waktu di dunia," kata Gus Yahya menerangkan sebagian arti ayat tersebut dalam acara Istighotsah Dzikir dan Doa untuk Keselamatan Bangsa, pada Kamis (22/5/2025) malam.
"Kuncinya apa? Kuncinya adalah amal saleh. Asal kita beramal saleh maka janji Allah pasti dikaruniai kehidupan yang sentosa, kehidupan yang sejahtera, kehidupan yang baik," tambahnya.
Ia menjelaskan, terdapat kepantasan seorang manusia yang dikategorikan di dalam dua aturan, yaitu kepantasan sebagai hamba Allah dan kepantasan sebagai makhluk Allah yang menjalankan kehidupan serta ada interaksi di dalamnya.
Gus Yahya menerangkan, kepantasan seorang hamba. Menurutnya, seorang hamba sudah sepantasnya beribadah kepada Allah melalui panduan yang disediakan dalam rukun-rukun yang wajib dikerjakan.
"Maka, bagaimana pantasnya di hadapan Allah? Kalau kita mendapatkan sesuatu yang menyenangkan itu berarti adalah nikmat dari Allah, pantasnya bagaimana? Pantasnya kita harus bersyukur kepada Allah. Kalau kita mendapatkan cobaan sebagai hamba Allah pantasnya bagaimana? Pantasnya kita bersabar," katanya.
"Kalau kita mendapatkan perintah untuk melakukan berbagai macam ibadah shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, zakat, haji bagi yang mampu, pantasnya kita harus taat kepada perintah-perintah Allah. Jadi pantas kepada Allah," tambahnya.
Baca Juga
Lima Perkara Penghalang Kesalehan
Kepantasan sebagai makhluk Allah, lanjutnya, perlu adanya hubungan kepatutan yang baik dan wajar untuk dilaksanakan antarsesama makhluk. Gus Yahya memulai dari hubungan keluarga antara suami, istri, dan anak.
"Suami sudah mencarikan nafkah, suami mencukupi kebutuhan-kebutuhan nafkah sekeluarga, pantasnya sebagai istri kepada suami bagaimana? Kalau suami pulang kerja capek, pantasnya istri bagaimana? Bapak-bapak, istri sudah mengurus rumah, yang menjaga rumah ketika bapak-bapak meninggalkan rumah, yang membersihkan rumah, mencuci baca, memasak, dan sebagainya, pantasnya suami kepada istri bagaimana? Pantasnya kasih belanja, sudah betul. Kalau sampai suami nggak kasih belanja berarti tidak pantas," jelasnya.
"Pantasnya ibu kepada anak bagaimana? Pantasnya anak kepada orang tua bagaimana?" tambahnya.
Tak hanya hubungan keluarga, hubungan antara rakyat dan pemerintah kata Gus Yahya juga menjadi hal sentral dalam menciptakan kehidupan yang baik. Di antara keduanya harus saling berperilaku dan mendoakan yang baik berdasarkan ukuran kepantasan.
"Tidak boleh mendoakan jelek kepada pemerintah. Karena kalau pemerintah ini kena doa jelek lalu jadi jelek beneran itu yang susah semua orang. Seluruh rakyat jadi susah," katanya.
"Pemerintah kepada rakyat pantasnya bagaimana? Kalau rakyatnya sudah dipanggil disuruh suruh datang berbondong-bondong ternyata belum makan, pantasnya bagaimana? Nah ini harus pantas juga, pemerintah kepada rakyat bagaimana?" tambahnya.
"Kalau semua berlaku dengan pantas, bersikap dengan pantas, beramal dengan pantas, pasti tidak mungkin tidak, Allah akan mengaruniakan kehidupan yang baik, kehidupan yang maslahat, kehidupan yang sentosa sejahtera," terangnya.