Nasional

AHY Klaim Zero ODOL Demi Keselamatan, Tapi Sarbumusi Sebut Pemerintah Abaikan Nasib Sopir

Senin, 7 Juli 2025 | 20:00 WIB

AHY Klaim Zero ODOL Demi Keselamatan, Tapi Sarbumusi Sebut Pemerintah Abaikan Nasib Sopir

Aksi sopir truk menuntut payung hukum yang jelas dalam Kebijakan Zero ODOL. Aksi dilakukan di Jakarta, pada Rabu, 2 Juli 2025.

Jakarta, NU Online

Gelombang penolakan terhadap kebijakan Zero ODOL (Over Dimension Over Loading) kian menguat di kalangan sopir truk dan buruh logistik. Di tengah rencana penegakan aturan yang dicanangkan pemerintah, para pengemudi merasa semakin tertekan dan tidak dilibatkan dalam perumusan kebijakan yang langsung berdampak pada mata pencaharian mereka.


Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengklaim bahwa kebijakan Zero ODOL adalah bentuk perlindungan negara terhadap keselamatan rakyat.


“Permasalahan truk ODOL ini sudah menyebabkan banyak kecelakaan lalu lintas. Kita mendengar kabar menyedihkan ketika truk-truk yang bermuatan lebih menyebabkan kecelakaan dan korban jiwa. Bukan hanya pengemudi, tapi juga masyarakat pengguna jalan lain,” ungkap AHY usai rapat dengan Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/7/2025).


AHY juga menyinggung beban finansial yang harus ditanggung negara akibat truk ODOL.


"Setiap tahun, pemerintah harus mengalokasikan sekitar Rp40 triliun untuk memperbaiki jalan-jalan rusak. Ini bukan angka kecil," tegasnya.

Menko IPK AHY saat menyampaikan pernyataan kepada wartawan usai rapat dengan Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (7/7/2025). (Foto: NU Online/Fathur) 


Ia menekankan bahwa aturan akan tetap ditegakkan, meskipun diakuinya perlu pendekatan edukatif.


"Kami ingin sosialisasikan ini secara persuasif. Tapi pada saatnya, aturan harus ditegakkan," katanya.


Namun pernyataan AHY mendapat reaksi keras dari kalangan buruh dan pengemudi, salah satunya Presiden Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Irham Ali Saifuddin.


Ia menilai, pemerintah terlalu menyederhanakan persoalan dengan menjadikan sopir sebagai pihak yang paling disalahkan atas kerusakan jalan dan kecelakaan.


"Beberapa kali Menko menyebut negara dirugikan Rp43 triliun akibat jalan rusak, tapi sopir selalu jadi pihak tertuduh utama. Pemerintah pura-pura lupa bahwa sopir logistik adalah penopang utama ekonomi,” tegas Irham kepada NU Online.


Ia mengingatkan bahwa sepanjang 2023, sektor transportasi dan pergudangan menyumbang lebih dari Rp1.000 triliun terhadap PDB nasional.


"Dengan ODOL saja mereka sudah di lapisan paling bawah. Jangan ditekan lagi. Jangan sampai sopir kehilangan order atau makin ditekan secara struktural," tambahnya.


Irham juga mempertanyakan kesiapan negara dalam menghadapi konsekuensi kebijakan Zero ODOL secara menyeluruh.


"Apakah pemerintah siap kalau Zero ODOL justru memicu gelombang pengangguran masif dan kenaikan harga komoditas? Ini bukan hal yang diinginkan Presiden Prabowo," katanya.


Nada lebih pedas datang dari Ketua Rumah Berdaya Pengemudi Indonesia (RBPI) Ika Rostianti yang menyampaikan kekecewaan terhadap sikap pemerintah.


"Kami paham soal keselamatan, nggak usah diajarin. Siapa juga yang mau kerja taruhannya nyawa? Tapi kami datang ke pemerintah minta dilindungi, bukan disudutkan!” tegas Ika.


Ia menyoroti ketimpangan posisi sopir dalam rantai distribusi logistik yang tidak bisa menolak ketika menerima perintah.


"Posisi sopir itu susah. Nggak bisa nolak kalau bos suruh ODOL. Tapi pemerintah nggak hadir untuk bikin aturan perlindungan,” katanya.


Ika juga mempertanyakan sikap AHY yang dinilainya arogan dan tidak menyentuh realitas lapangan.


"Kenapa sekelas Menko nggak mau tahu nasib sopirnya? Ini seperti kejar target saja. Ada proyek? Ada anggaran yang sedang dibidik?" jelasnya.


Lebih lanjut, Ika menilai AHY gagal bersikap humanis.


"Tidak ada permintaan maaf. Tidak ada pendekatan persuasif. Kami kecewa berat," ujarnya.


Ika menggambarkan realitas buruh yang terjepit di tengah ketimpangan sosial, tidak seperti AHY yang sejak kecil sudah hidup berkecukupan.


"AHY mah enak, dari kecil udah kaya. Beli tomat Rp100 ribu di Ranch Market juga dia sanggup. Kami rakyat bawah beli tomat Rp5.000 aja udah nangis," katanya.


Sebagai bentuk perlawanan, para sopir truk menyatakan akan melanjutkan aksi mogok nasional.